Sirius 4. Piano dan Perahu
4. Piano dan Perahu
Bisakah perahu
ku berlayar bersama piano mu yang bermelody merdu? Kalau tidak bisa katakan
sekarang agar aku tidak berharap pada imajinasi liar ku tentang mu sendiri.
Sebulan setelah
dari Bali, membuat para anggota OSIS menjadi lebih akrab daripada sebelumnya
bahkan mungkin sekarang antara kakak kelas dan adik kelas sudah dibilang tidak
ada batasan disana. Agenda OSIS yang sangat padat, hampir setiap bulannya akan
ada agenda besar yang kami adakan.
Minggu ini
agenda besar yang harus kami persiapkan jauh-jauh hari yaitu perayaan
Diesnatalis SMA, agenda besar yang harus berjalan dengan sukses, lagi-lagi aku
akan menjadi pembawa acara, hampir setiap agenda sekolah aku selalu menjadi
pembawa acara, namun untuk acara sebesar ini rasanya ragu pada diri sendiri.
Namun setelah mengenal Galen aku bertekad untuk menjadi yang terbaik, aku ingin
perahu ku dan pianonya berjalan setara.
“Sa
nanti kamu temui saya di gedung teater ya kita gladi buat acara Diesnatalis”
Perintah Bu Junee utuk untuk mengajak semua pengisi acara mempersiapkan diri
sebaik mungkin, agar acara besar ini dapat berjalan dengan sukses.
Setiba
di gedung pertemuan ternyata sudah banyak anggota penggurs OSIS dan pengisi
acara disana. Aku harus berlatih bagaimana cara mengatur acara agar dapat
menarik, aku tidak ingin acara ini mendapat penilaian buruk dari pihak yang
lain. Menyusun acara demi acara agar dapat tertata rapi.
“Clarissa kamu memperlukan apa?” Tanya kak Galen karena dia selaku
ketua pelaksana di acara ini.
“Tidak ada kak”
“Minum” Sambil menyodorkan sebotol minuman didepan ku
“Tapi aku tidak haus kak”
“Udah minum saja, aku lihat aku berlatih dari tadi pasti
tenggorokan mu kering”
“Terimakasih”
“Aku lanjut urus yang lainnya dulu” Sambil berlalu meninggalkan ku
yang masih binggung, kenapa dia tiba-tiba datang membawakan minuman untuk ku.
***
Minuman
yang diberi kak Galen belum aku minum sampai saat ini, aku tidak ingin
meminumnya aku ingin menyimpannya.
“Ini kan minuman dari Galen tadi siang?” Tanya Tiya yang sedang
tidur dirumah ku
“Aku tidak ingin meminumnya, aku meyimpannya”
“Tidak semua hal baik untuk disimpan sendirian Sa, apalagi
perasaan”
“Kamu bicara apa sih Ti”
“Kamu jangan berbohong Sa, aku tahu kamu suka sama Kak Galen”
“Entah aku juga tidak tahu apa ini namanya, aku tidak yakin dengan
perasaan ku sendiri Ti, terlalu cepat semuanya untuk diakui”
“Perasaan itu tidak menunggu
cepat atau lama Sa, semua itu datang tanpa direncanakan tanpa dapat dihitung
oleh hari tanpa dapat diperkirakan oleh akal”
“Kamu benar Ti, tapi aku takut Ti jika dia tahu dia akan menjauh
dan mulai canggung karena mungkin memang banyak hal yang harus kita simpan
sendiri, kita rawat sendiri, kita rasakan sendiri, nanti kita kecewa sendiri
dan akan mulai menyembuhkan luka itu sendiri juga”
“Bukankah lebih baik di ungkapkan Sa”
“Tidak, aku tidak berani, Dan tolong kamu jangan bilang ke dia. Aku
mohon”
“Iya Sa iya”
***
Satu minggu
setelah persiapan untuk acara Diesnatalis hingga hari yang
ditunggu-tunggu tiba, ternyata rasa takut itu manusiawi, padahal aku sudah
sering membawa acara pada kegiatan sekolah namun kali ini masih takut kalau
akan mengecewakan.
Dengan
perasaan gugup aku mulai menata lagi catatan-catatan yang perlu aku bawa,
menunggu setengah jam lagi acara dimulai.
“Aku yakin kamu pasti bisa” Katanya sambil merapikan jasnya untuk
memberikan laporan sebagai ketua pelaksana.
“Iya kak terimakasih”
“Kamu itu keren jadi aku percaya kalau kamu akan membawa acara kali
ini dengan baik, semangat”
“Iya kakak juga”
“Ayok” Aku dan kak Galen berjalan bersama menuju panggung, karena
acara sebentar lagi akan dimulai.
Rasanya
tidak percaya kalau aku harus berdiri menjadi pusat perhatian oleh ribuan
pasang mata, tiba-tiba rasa takut lebih dominan meguasai diriku daripada rasa
percaya diri, yang sudah aku kumpulkan selama satu bulan belakangan ini.
Aku
ragu untuk memulai kata pertama, bagaimana nanti kalau aku tidak bisa
melanjutkan acara ini sampai tuntas, bagaimana kalau acara ini akan berjalan
berantakan, ternyata pikiran dan rasa takut itu sangat mudah untuk menghampiri,
sangat mudah untuk singgah dikepala manusia.
Lalu
tanpa sengaja aku menatapnya yang sedang menatap ku juga, dia yang sedang duduk
di kursi depan diantara panitia yang lainnya, entah kenapa matanya seperti mengatakan
kamu bisa, dengan kedipan dan angukan kepala ditambah senyuman yang dilukisan
begitu tulus aku mulai percaya bahwa aku bisa.
Acara
demi acara berjalan dengan lancar, puncak perayaan ditandai dengan pemotongan
tumpeng dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Acara berjalan dengan sukses
kata selamat yang sering didengar oleh banyak panitia, saling berterimakasih
sudah sama-sama saling menyuport, saling membantu dan saling tidak menyerah.
Selanjutnya
para panitia diminta untuk berkumpul di ruang OSIS, agenda setiap setelah
selesai suatu acara yaitu rapat evaluasi.
“Kepada teman-teman panitia, saya selaku ketua pelaksana
berterimakasih banyak kepada kalian semua, yang sudah bekerja keras untuk
mensukseskan acara perayaan diesnatalis sekolah tercinta kita” Kata Kak Galen
“Teman-teman ku untuk sebagai ucapan terimakasih saya kepada kalian
semua, yang sudah bekerja keras sehingga kita mendapat banyak pujian dari
banyak pihak, malam ini saya akan mengajak kalian semua makan malam” Kata Kak
Rangga sambil tersenyum senang.
“Untuk evaluasi acara kali ini tidak ada, karena tidak ada yang
perlu di evaluasi semuanya berjalan dengan sempurna” Sambungnya lagi.
Satu
persatu anggota OSIS meninggalkan ruangan OSIS, sebelum keluar dari ruangan ini
kak Rangga menghampiri ku.
“Sa thank you so much ya, berkat kamu acaranya berjalan
dengan lancar”
“Tidak kak ini bukan hanya karena saya, ini pantas kita dapat
karena hasil dari kerja keras kita semua”
“Iya kamu benar, tapi sekali lagi teriakasih banyak ya, kamu memang
keren”
****
Acara
makan malam di rumah kak Rangga berjalan dengan lancar, dengan segala
keberisikan anggota OSIS yang saling melemparkan bullyan ke sesama, rasa
kekeluargaan yang tumbuh sangat kental. Aku nyaman disini, menemukan banyak
sekali rasa toleransi dan saling support satu sama lain, saling
mengulurkan tanggan ketika ada yang sedang kebingungan. Tidak terasa sudah tiga
jam berlalu bersama mereka namun tidak terasa.
“Clarissa” Sapa Galen sambil duduk disamping ku
“Iya”
“Kamu keren”
“Kakak juga”
“Apakah setiap malam kamu akan menatap langit?”
“Kecuali kalau sedang mendung”
“Kenapa?”
“Karena aku takut dengan hujan”
“Sebenarnya kamu tidak takut dengan hujan, kamu takut sendirian,
kamu takut kalau bintang dan bulan kalah dengan mendung, kamu takut tidak
memiliki teman menikmati gelap”
“Bisa juga dibilang begitu”
“Sekarang jangan takut lagi”
“Kenapa?”
“Karena kamu tidak akan sendirian lagi”
Malam
yang cerah, dengan perasaan yang sangat jauh lebih cerah juga. Banyak senyum
dan kebahagiaan di hari ini. Aku ingin menyimpannya nanti dalam tulisan bahwa
hari ini pernah terjadi, agar aku tidak lupa bahwa perahu ku pernah berlayar
bersama melodinya.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca tulisan jelek saya, Salam sayang