Sirius 11. Kamu dan Perahu Mu



 11.      Kamu dan Perahu Mu

 

Setiap manusia memiliki rasa susah dan senang sendiri-sendiri, memiliki enak dan tidak enak sendiri-sendiri, memiliki bisa dan tidak bisa sendiri-sendiri. Semua sudah dibagi rata oleh sang pencipta hanya saja bentuknya saja yang berbeda.

 

Untuk soal rasa boleh bersemayam didada menghasilkan luka tapi untuk meraih mimpi dan cita-cita jangan sampai rasa membuat kita terlena. Hampitr setiap minggu Clarissa ikut bersama Galen mengunjungi anak-anak di tanah lapang itu, tempat mereka belajar dan bermain. Bahkan Clarissa tidak jarang membagikan buku-bukunya kepada mereka, menurutnya berbagi itu buka tentang seberapa banyak apa yang kita miliki terlebih tentang seberapa banyak keinginan kita untuk berbagi.

Clarissa sudah sangat akrab dengan mereka, Clarissa sudah menganggap mereka seperti adiknya sendiri, mungkin karena dia anak tunggal dia ingin rasanya berbagi, namun bersama mereka Clarissa dapat merasakan kehangatan saudara.

Kata teman-temannya memiliki saudara itu enak ada yang bilang tidak enak, mungkin kurang lebih seperti kata-kata yang pernah dia tuliskan didalam kertas catatannya.

 

Kata si sulung

“Enak jadi si bungsu mendapatkan apa yang di inginkan dengan mudah”

“Enak jadi si tenggah di beri banyak kebebasan”

“Enak jadi si tunggal, tidak harus berbagi sayang dengan siapapun”

Kata si tengah 

“Enak jadi si sulung, menjadi yang pertama dalam mengambil keputusan”

“Enak jadi si bungsu mendapatkan yang di inginkan dengan mudah”

“Enak jadi si tunggal, tidak harus berbagi sayang dengan siapapun”

Kata si bungsu

“Enak jadi si sulung, menjadi yang pertama dalam mengambil keputusan”

“Enak jadi si tenggah di beri banyak kebebasan”

“Enak jadi si tunggal, tidak harus berbagi sayang dengan siapapun”

Kata si tunggal

“Enak bersaudara, bisa berbagi berat pundak dan isi kepala”

Setiap manusia punya enak dan tidak enaknya sendiri-sendiri, punya beban yang sama hanya bentuknya saja yang berbeda.

 

Yaitu setiap manusia memiliki rasa susah dan senang sendiri-sendiri, memiliki enak dan tidak enak sendiri-sendiri, memiliki bisa dan tidak bisa sendiri-sendiri. Semua sudah dibagi rata oleh sang pencipta hanya saja bentuknya saja yang berbeda.

Hari minggu selalu menjadi hari raya rindu tersendiri buatnya, hari bertemu dengan senyuman-senyuman yang hangat. Tawa yang lepas tanpa beban, salah kalau mereka tertawa tanpa beban, mungkin mereka tertawa karena menertawakan beban itu sendiri, mereka di pertemukan di tanah lapang ini karena dunia sedang tidak berpihak kepada mereka, bangku sekolah yang hanya dapat menjadi mimpi.

Hingga datanglah manusia dengan hati yang teduh mengulurkan tangannya memeluk mereka mengajarinya membaca, menulis, melukis meskipun hanya satu minggu sekali hal itu dilakukan. Manusia dengan nama Galen laki-laki didepannya itu, selalu bisa membuatnya kagum. Laki-laki yang membuat tatapannya hanya bisa berhenti dan terfokus disana, Clarissa tidak percaya ternyata di zaman yang serba egois masih ada orang yang seperti dia.

Waktu bersama anak-anak di tanah lapang selalu berjalan lebih cepat, tanpa terasa matahari sudah ingin pulang saja ke peraduan.

“Cukup sekian ya hari ini, kalian memang adik-adik kak Galen yang paling TOP” Katanya sambil mengacungkan dua jari jempolnya ke depan

“Kakak mau menyampaikan sesuatu kepada kalian” Ekspresi Galen berupah ketika mengatakan ini, apa yang ingin dia katakan, dia terlihat gusar, ragu antara mengatakan atau tidak.

“Kamu mau bilang apa kak?” Tanya Clarissa disampingnya yang hampir dengan nada berbisik. Tatapan Galen sudah menjawab bahwa apapun yang akan dia katakan pastilah bukan hal yang menyenangkan.

“Kakak sudah tidak bisa kesini lagi bertemu kalian” Katanya dengan nada yang seolah, aku tidak ingin mengatakan ini.

“Kenapa kak, kalau kita punya salah kita minta maaf, tapi kak Galen jangan tinggalkan kita” Kata gadis kecil yang selalu tersenyum setiap kali berada ditanah lapang, tapi kali ini senyumannya tidak nampak diwajah manisnya itu.

“Tidak kalian tidak salah apa-apa, hanya kakak sudah tidak bisa kesini lagi”

“Kenapa?” Sekarang Clarissa yang bertannya, gadis itu butuh penjelasan kenapa Galen sudah tidak bisa kesini lagi.

“Kakak harus pergi ke suatu tempat yang jauh, mungkin belum sekarang tetapi sebelum itu terjadi kakak sudah mengatakan ini kepada kalian” Kali ini suaranya terdengar serak, matanya berkaca-kaca, seolah berat sekali rasanya meninggalkan rumah yang menyenagkan ini.

“Kakak mau melanjutkan cita-cita kakak, mungkin setelah ini hanya kak Clarissa yang akan mengajari kalian, kalian tidak boleh nakal ya, jadi anak yang baik, semoga nasib baik juga akan menghampiri kalian, sehingga kalian dapat meraih mimpi-mimpi kalian”

Tidak ada sahutan dari mereka, mereka tidak ingin berpisah dengan Galen, tapi mereka juga tidak bisa memaksa Galen terus mengajari mereka, Galen harus fokus meraih mimpi-mimpinya. Satu persatu dari mereka memeluk Galen dengan penuh kasih, bahkan sebelum memeluk Galen ada beberapa yang air matanya sudah mengalir, Galen membalas pelukan mereka dengan hangat, sehangat mentari sore ini, bersama tenggelamnya matahari di ujung barat. Setelah memeluk Galen mereka pulang dengan membawa ke hampaan dan rasa kehilangan.

Sekarang hanya terdapat Clarissa dan Galen disana, Clarissa tidak mengatakan apapun, ternyata hatinya sama dengan hati anak-anak malang itu merasa sedih dan merasa kehilangan.

“Ibu ku menyuruh ku untuk fokus Ujian setelah itu mempersiapkan diri untuk bisa ke Jepang kuliah disana, mengambil jurusan arsitek, mungkin bukan pilihan yang tepat untuk aku tidak bisa mengajari mereka lagi, tapi aku tidak bisa mengecewakan ibu ku”

Clarissa memilih diam, tapi indra pendengarannya masih bekerja, setiap kata yang keluar dari mulut Galen seakan ada frekuensi yang mengalir dari telinganya menuju kedadanya, rasanya sesak mendengar itu semua.

“Kamu mau menjaga mereka?”

“Tidak ada alasan untuk aku menolak”

“Terimakasih, kamu memang yang paling bisa aku percaya”

“Aku sudah menyayangi mereka”

“Mereka anak yang baik-baik, cerdas juga, sangat mudah untuk dapat jatuh cinta kepada mereka”

****

Galen benar-benar sibuk mempersiapkan diri untuk ujian-ujian yang akan datang bahkan Clarissa tidak pernah lagi melihatnya bermain piano di gedung kesenian ketika pulang sekolah, tidak pernah melihatnya lagi diperpustakaan, mungkin sesekali melihat Galen meminjam buku dan kembali menuju ke kelasnya. Galen bekerja sangat keras untuk ujian yang akan dihadapinya.

Sedangkan Calrissa tidak ada yang berubah darinya dia masih suka matematika, masih suka dengan sok beraninya mengerjakan setiap soal yang berada dipapan, dia juga masih suka berhenti di gedung kesenian tanpa ada objek yang dilihatnya.

Hanya hari minggu yang bisa membuatnya bisa bertindak seperti manusia, rutinitasya mengajari anak-anak tanah lapang itu, sama seperti dulu waktu bersama Galen, bedanya sekarang mungkin Galen hanya sebatas bayangan. “Kak, Kak Galen kapan bisa kesini lagi?” Pertanyaan yang selalu didengarnya hampir setiap minggu, dan jawabannya pun selalu sama “Kak Galen sekarang masih sibuk, besok kalau sudah tidak sibuk pasti dia menemui kalian”

Bahkan diantara mereka sesekali memberikan pertanyaan yana membuat Clarissa kebingungan bagaimana cara menjawabnya. Seperti “Kakak suka ya sama Kak Galen?” atau seperti “Kakak juga kangen kan sama kak Galen?” Clarissa tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Dia hanya bisa mangalihkan perhatiaan anak-anak itu dengan “Kita belajar membaca lagi ya” atau tidak “Wahh kamu sekarang sudah semakin cerdas”

Clarissa tahu kalau sebenarnya jawabannya iya, tapi Clarissa tidak terlalu mempermasalahkan itu selagi dia masih bisa melihat Galen dari jauh itu sudah lebih dari cukup menurutnya, melihat Galen baik-baik saja meski hanya dari jauh tidak menjadi masalah untuknya.

***

Buku catatan hitam Clarissa akhir-akhir ini di isi dengan kalimat-kalimat yang hampir sama setiap harinya.

 

Semangat tuan angin,

Aku tahu kamu pasti mampu, aku selalu mendukung mimpi-mimpi mu. Kamu tahu tuan? Akhir-akhir ini aku pulang sedikit lebih awal, karena setiap kali aku berhenti di gedung kesenian aku tidak lagi mendengar alunan melody piano mu lagi, tapi gapapa selagi sesekali aku masih bisa melihat mu dari jauh, melihat mu tertawa bersama teman-teman mu, aku melihat mu pusing dengan setumpuk buku didepan mu itu, semua sudah lebih dari cukup untuk ku, selagi kamu selalu sehat tetap bahagia dan jangan sakit. Aku masih sama ingin menjadi bintang disekolah ini agar kamu bisa melihat cahaya ku, meskipun kamu tidak dapat melihat cahaya ku itu, gapapa tidak semua tatapan mata harus terbalas dengan tatapan yang sama.

 

                                                                                    Clarissa, Hari menjelang tuan angin ujian

                                                            

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pada Aksara Atau Angka

Kita sedang hidup di dunia siapa tuan?

Mesin Ketik