Sirius 12. Duka Bukan Untuk Dirayakan
12.
Duka Bukan Untuk Dirayakan
Tidak ada
perpisahan yang menyenangkan, sehingga banyak yang memperindahnya dengan
memberikan bunga, kenapa tidak di berikan saat masih bersama, seharusnya
perpisahan bukan untuk dirayakan. Gapapa daripada tidak ditunjukkan sama sekali.
Galen
benar-benar hidup pada dunianya untuk fokus pada ujian-ujiannya, membuat
Clarissa setiap hari mengantikan tugas Galen berkunjung ke tanah lapang
mengajari anak-anak yang sudah dianggapnya adik, sosok Galen sudah sangat
melekat dihati mereka tidak akan mudah terlupakan, malaikat yang mengulurkan
tangannya mengeluarkan mereka dari buta huruf.
Kalau anak-anak
tanah lapang merindukan Galen maka Clarissa lebih dari itu tapi setidaknya dia
masih bisa melihat Galen dari jauh saat disekolah. Hanya itu yang dapat dia
lakukan, tidak lebih bagaimana bisa lebih melihat Galen dari jarak dekat saja
bukan pilihan yang baik untuknya.
Apalagi
serangkaian ujian yang akan Galen tempuh membuatnya lebih giat unuk
mempersiapkan diri. Clarissa juga memilih untuk menyibukkan diri menghabiskan
waktu-waktunya hanya untuk belajar, rapat, mengikuti banyak kegiatan. Tidak
jarang dia juga mewakili sekolah untuk kegiatan-kegiatan keluar sekolah. Menurutnya
tidak ada yang lebih menyenangkan selain menghabiskan masa muda dengan
memperbanyak pengalaman, bahkan tidak jarang dia juga sering ditegur oleh wali
kelasnya karena jarang sekali mengikuti pelajaran bahkan ibunya juga mendapat
teguran dari wali kelasnya kalau Clarissa jarang mengikuti pelajaran di kelas.
Namun Clarissa
memiliki prinsip bahwa belajar adalah tujuan utamanya, meskipun jarang
mengikuti pelajaran Clarissa tidak ingin ketinggalan pelajaran sehingga dia
harus belajar lebih ekstra agar tidak tertinggal dari teman-temannya. Karena
kegigihannya Clarissa tetap menjadi juara kelas. Memenuhi tanggung jawabnya
sebagai anak, untuk selalu membanggakan ayah dan ibunya.
Hari Minggu
jadwalnya untuk bertemu dengan adik-adik kesayangannya Clarissa berencana
membuatkan sesuatu untuk Galen agar dia tetap berasa dekat dengan mereka begitu
juga sebaliknya.
“Hari ini kakak ingin membuatkan suatu untuk kak Galen kalian mau
bantuin kakak?”
“Mau mau mau kak” Jawab mereka hampir bersamaan, karena apapun yang
berhubungan dengan Galen akan selalu menjadi hal yang menyenangkan bagi mereka.
“Begini kak Galen mau ujian, jari nanti kalian menuliskan ucapan
semangat, doa dan harapan kalian untuk Kak Galen di kertas sini” Clarissa
sambil membagikan selembar kertas bewarna-warni yang telah di belinya tadi.
“Baik Kak aku mau nulis banyakkkk untuk kak Galen” dengan nada yang
sangat antusias.
“Aku juga”
“Aku juga kak”
“Aku mau nulis supaya kak Galen main kesini lagi”
“Aku mau nulis kalau aku kagen kak Galen” Ungkap mereka dengan nada
yang sangat antusias.
Mereka lalu
menuliskan harapan, doa dan kata-kata semangat untuk Galen tidak terkecuali
Clarissa juga ikut menuliskannya, menuliskan harapan dan doa yang terbaik untuk
Galen adalah pekerjaan yang paling menyenangkan baginya, bahkan hampir setiap
hari doa selalu meyelipkan nama Galen di barisan-barisan mantra harapannya
setiap hari.
Clarissa tidak
tahu apakah harapannya dan doa terbaiknya akan sampai ke Galen atau tidak,
tetapi baginya mengirinkan doa bagi Galen adalah salah satu bentuk menyukai
seseorang dengan sempurna, tidak perlu ada penolakan atau rasa sakit hati
disana, adanya hanya keikhlasan dan kedamaian.
“Nanti kalau sudah selesai menulis kalian kasih nama dibawahnya,
biar Kak Galen semakin ingat dengan kalian”
“Baik kak”
“Kalau sudah, kalian masukan kedalam kotak ini ya” Kotak kado
bewarna coklat, Clarissa juga meberi tulisan diatas kotak kado itu, “SEBAIT
HARAPAN”.
Diantara mereka
yang sudah menuliskannya mulai memasukkan surat-surat yang sudah mereka tulis
tadi. Bahkan kotak itu sudah hampir penuh oleh surat-surat yang telah mereka
buat, lalu Clarissa meretakkan suratnya dibagian paling bawah.
“Besok akan kakak berikan surat-surat kalian untuk Galen,
terimakasih ya, kalian memang adik-adik kakak yang paling keren”
“Sama-sama” Jawab mereka hampir serentak.
***
Bel pulang
sekolah sudah berbunyi Clarissa masih berada didalam kelas ketika
teman-temannya mulai meninggalkan kelas.
“Kamu tidak pulang Sa” Tanya Tiya yang masih duduk disampingnya sambil
membaca novel ditangannya.
“Nunggu sepi dulu, aku mau ke kelasnya Kak Galen”
“Mau ngapain?” Tiya yang penasaran memfokuskan pandangannya ke
Clarissa dan mengabaikan buku di tangannya.
“Cuma mau ngasih ini” Sambil menunjukkan kotak kado yang diletakkan
didalam loker sebelumnya, Teman-teman dekatnya yang mendengar itu ikut
berkumpul di meja Clarissa dan Tiya.
“Memangnya Kak Galen Ulang tahun?” Tanya salah Mita
“Tidak Sih, aku hanya mau memberikan surat dari anak-anak tanah
lapang, yang sering dia ajarain membaca dan menulis”
“Yaudah ayok kita anterin” Kata Nimah semangat.
“Kalian memang sahabat terbaik ku”
Lalu Clarissa
ditemani dengan sahabat-sahabatnya ke kelas Galen, Clarissa hafal letak bangku
Galen berada di depan tengah sama dengannya, Clarissa meletakkan kotak kado itu
di dalam loker meja Galen.
“Kenapa tidak diberika langsung saja Sa?” Tanya Caca
“Ah kamu seperi tidak kenal sama Clarissa saja sih Ca” Jawab Tika
“Dia Tidak akan pernah berani secara langsung apapun yang
berhubungan dengan Galen” Kali ini Tiya yang menangnggapi dengan nada sewot
“Udahlah, udah sepi nih ayok pulang” Kata Clarissa
“Jangan pulang dulu deh, kan mulai besok libur tuh ada ujian
bagaimana kalau kita main dulu” Usul Yulia
Tidak akan ada
penolakan untuk bermain bersama mereka akhirnya Clarissa memilih untuk ikut ke
rumah makan langangganan mereka. Bagaimanapun Clarissa sering kehilangan moment
bersama dengan sahabat-sahabatnya ini karena terlalu sibuk mengurus banyak
kegiatan.
***
Selama Ujian
berlangsung siswa kelas 11 dan kelas 10 diharapkan untuk belajar dirumah,
Clarissa memilih untuk menghabiskan waktunya belajar lebih banyak materi-materi
yang tidak sempat dia ikuti dikelas, selain itu dia juga memilih untuk lebih
sering mengajak anak-anak tanah lapang belajar bersama.
Waktu berjalan
selalu lebih cepat daripada langkah manusia, serangkaian ujian untuk kelas 12
sudah berlangsung, mereka juga sudah bisa untuk tidak berangkat sekolah, karena
hanya tinggal menunggu wisuda dan mereka resmi dilepaskan dari sekolah.
Hari ini
seluruh anggota OSIS sibuk mempersiapkan acara wisuda besok, yaitu acara gladi
bersih untuk kelas 12. Acara gladi bersih berjalan dengan lancar, tinggal
menunggu hari besok. “Kamu tidak mau membeli bunga Sa” Tanya Tiya sambil menata
daftar tamu undangan di gerbang pintu masuk. “Bunga buat apa?” Tanyanya binggung.
“Ya ampun Clarissa kamu ini, ya membeli bunga untuk Galen lah” Jawab Tiya
dengan nada kesal. “Tidak, apakah perpisahan perlu dirayakan?”
Pertanyaan yang
membuat dirinya sendiri tidak bisa menebak bagaimana jawabannya, terlalu rumit
dan memilukan untuk membicarakan perpisahan. Lalu bagaimana dengan besok, hari
dimana Galen resmi bukan lagi siswa disekolah ini apa Clarissa tidak merasa
kehilangan, apa yang akan dia berikan sebagai tanda perpisahan.
***
Pagi ini,
adalah pagi yang tidak ingin Clarissa alami semalaman dia tidak bissa tidur
memikirkan hari ini. Tapi bagaimanapun masih ada tanggung jawab yang harus dia
penuhi sebagai anggota OSIS untuk memastikan acara wisuda hari ini berjalan
dengan lancar. Tepat jam lima pagi Clarissa sudah sampai di sekolah, menata
daftar tamu undangan dan duduk di depan gerbang pintu masuk, tugasnya untuk
mencatat setiap tamu undangan yang datang, bersama Tiya dan didampingi oleh
petugas Tata Usaha.
Para tamu
undangan mulai dari komite dan wali murit mulai berdatangan bersama dengan
anak-anak mereka yang akan diwisuda. Menikmati moment pelepasan putra-putrinya
yang telah rampung menyelesaikan tugasnya belajar dibangu SMA, sekaligus lega
dapat mengantarkan anak-anaknya dapat merasakan bangku SMA karena tidak jarang
masih banyak diluar sana yang belum dapat menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang
SMA.
Sekaligus
melihat putra-putrinya keluar dari zona nyaman, karena setelah lulus dari SMA
dimana mereka harus megatur jalan hidup mereka, mencari jati diri mereka,
bahkan siap atau tidak siap mereka harus siap pada setiap proses kedewasaan
yang memang semesta siapkan untuk dialami oleh manusia.
Ketika sedang
mencatat setiap tamu undangan yang datang, matanya tertuju pada laki-laki
bersama ibunya, laki-laki yang sudah tidak dilihatnya selama satu bulan, sekarang
dia berdiri didepannya dengan mengenakan toga. Entah kenapa ada rasa pilu yang
merayap dihatinya, rasa yang tidak ingin dia rasakan.
Para tamu
undangan hampir telah memenuhi kursi yang telah disediakan namun masih ada
beberapa yang masih kosong, untuk menunggu jam sembilan proses wisuda akan
dilaksanakan maka siapapun boleh menampilkan suaranya diatas panggung. Didepan
pintu gerbang Clarissa mendengar samar-samar suara seseorang yang sangat tidak
lagi asing baginya.
“Lagu ini saya nyanyikan khusus buat seseorang yang telah
memberikan banyak doa kepada saya dengan rahasia, terimakasih banyak”
Clarissa
berlari mendekati belakang panggung, dibalik gorden Clarissa mengintip dari
jarak yang dekat untuk melihat Galen yang sedang didepan piano memulai memetik tuts
piano dan mulai terdengar suara merdu dari bibirnya.
Jatuh dan tersungkur di tanah aku
Berselimut debu sekujur tubuhku
Panas dan menyengat
Rebah dan berkarat
Yang ...
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh 'kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Di mana ada musim yang menunggu?
Meranggas merapuh
Berganti dan luruh
Bayang yang berserah
Terang di ujung sana
Yang ...
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh 'kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Lagu Banda
Neira yang sangat sakral ditelinga Clarissa, “Lagu ini harapan saya untuk
seseorang yang sangat baik kepada saya, terimakasih banyak sudah pernah ada
untuk saya meskipun hanya rahasia, yang telah berani menyembunyikan perasaannya
selama ini. Semoga setelah ini dia hidup bahagia dan didatangkan orang-orang
baru yang baik baginya. Sekali lagi terimakasih banyak atas semuanya”
Setiap orang
tersihir dengan suaranya, anak-anak yang memakai baju wisuda banyak yang meneteskan
air mata bahkan acara pelepasan belum dimula, para tamu undangan juga banyak
yang mengusap matanya karena lagu yang Galen bawakan sangat menyentuh hati
mereka.
Sedangkan
Clarissa dibalik tirai panggung sudah tidak bisa lagi membendung tangisnya,
hatinya sesak sekali rasanya. Teman-temannya yang menyadari keberadaan Clarissa
dan yang paham apa yang dirasakan Clarissa, memeluknya secara bersamaan
seolah-olah ikut merasakan apa yang gadis itu alami.
Prosesi wisuda
telah selesai dan resmi bahwa mereka telah dilepas dari sekolah ini
dipersilahkan untuk melanjutkan mimpi-mimpi mereka sendiri, menghadapi dunia
yang sudah seharusnya mereka hadapi. Seperti wisuda pada umunya banyak sekali
yang mengabadikan moment seperti ini dengan berfoto, memberikan bunga, coklat,
kartu ucapan selamat, sedangkan Clarissa masih berada dibalik tirai panggung
menatap Galen yang sedang foto bersama dengan teman-temannya.
Apakah upacara
perpisahan harus selalu dirayakan? dengan memberikan setangkai bunga? Kenapa
tidak diberikan saat masih bersama? Tidakkah mereka tahu resiko hari ini bahwa
perpisahan menandakan akan adanya jarak setelah ini, menandakan temu yang tidak
bisa dilakukan setiap hari, jangankan bertemu mungkin setelah ini untuk
melihatnya dari jarak jauh saja sudah tidak bisa.
Clarissa
memilih berlari ke gazebo taman dibelakang, tempat yang sepi, tempat yang
mungkin akan membuatnya semakin tidak terima dengan perpisahan. Mendongak
menatap langit biru siang itu, kenapa langit begitu cerah sedangkan hatinya
mendung bahkan hujan deras siap untuk turun. Teman-temannya yang mengetahui
Clarissa sedang berada digazebo belakang menyusulnya takut dengan kondisi
Clarissa.
“Are you
Okey?” Tanya Nimah, mereka tahu bahwa Clarissa tidak okey sama sekali.
“Everyting will be okey” Kata Caca
“Don’t be sad, we in here to you” Kata Lika
Mereka memeluk
Clarissa dengan hangat, Clarissa sangat bersyukur memiliki teman-teman seperti
mereka.
“Boleh saya
pinjam Clarissanya?” Tanyan seorang laki-laki yang mengenakan baju toga,
berdiri disamping gazebo. Mereka paham apa yang akan terjadi lalu meninggalkan
Clarissa bersama dengan Galen.
“Kamu menangis?”
“Tidak”
“Tidak apa-apa menangis juga sebagian dari ekspresi emosi, yang
memang semesta ciptakan”
“Aku tidak menangis” Tegasnya lagi, padahal mata dan pipinya sudah
basah dengan air mata.
“Kamu tidak mau berfoto dengan ku? Sebagai kenang-kenangan setelah
aku disini”
“Kak aku tidak
memberimu bunga atau ucapan selamat, karena aku tidak suka merayakan
perpisahan” Untuk kali ini dia berani berkata jujur kepada Galen tentang apa
yang sedang dia rasakan.
“Aku tahu, doa-doa mu di kotak harapan itu sudah cukup bagi ku”
“Hidup dengan
baik ya setelah ini” Pesan Galen yang semakin menyayat hatinya, setelah ini apa
yang akan terjadi setelah ini, bagaimana hari-harinya nanti tanpa Galen. Sudah
tidak akan ada yang dia lihat dari jauh di gedung kesenian sambil bermain
piano, tidak akan ada lagi seseorang yang ditunggunya didepan gerbang berangkat
sekolah, tidak akan ada lagi alasannya lebih sering berkunjung ke perpustakaan.
Bagaimana nanti
hari-hari ku tanpa mu? Masih kah aku ingin menjadi yang paling bercahaya agar
kamu lihat? Masih kah aku ingin menjadi seseorang yang menyibukkan diri agar
bisa pantas menyukai mu? Bagaimana setelah ini aku tanpa mu? Ungkapnya didalam hati.
Galen melihat
Clarissa lagi-lagi meneteskan air matanya, dia sungguh tidak tega melihat gadis
kecil didepannya menangis, lalu Galen mendekap gadis kecil itu kedalam
pelukannya, pelukan yang hangat Clarissa dapat merasakan itu. Tapi ada sebagian
dari dirinya yang sadar bahwa ini adalah pelukan perpisahan, pelukan yang menandakan
setelah ini Galen tidak akan ada lagi bersamanya disekolah ini, dia harus pergi
melanjutkan mimpi-mimpinya.
Lalu Galen
mengeluarkan ponselnya menyuruh sesorang yang sedang lewat memfotokan mereka,
Galen dengan senyumnya yang hangat sedangkan Clarissa dengan matanya yang sayu karena
menangis.
“Setelah ini
kamu hidup dengan baik ya, terimakasih banyak atas semuanya, maaf aku harus
pergi setelah ini mungkin kita tidak akan bisa bertemu lagi dengan jangka waktu
yang lama”
Sudah tidak ada
lagi yang bisa Clarissa sembunyikan, benar-benar tangisnya pecah di dalam
pelukan Galen. “Maaf aku tidak punya waktu banyak ada yang harus aku urus, aku
harus pergi dulu” Katanya sambil melepas pelukannya kepada Clarissa, dan
meninggalkan gadis itu sendirian di gazebo.
Ketika Clarissa
mengusap air matanya dan hendak pergi meninggalkan Gazebo, datang seseorang
yang pernah mengatakan perasaanya kepada Clarissa. Ya dia adalah Galih sahabat
baiknya Galen. “Boleh minta foto bersama?” Clarissa ingin menolaknya tapi
diurungkan niatnya itu, tidak ada salahnya mengizinkan laki-laki itu berfoto
dengannya toh setelah ini laki-laki itu juga tidak bisa bertemu
dengannya.
“Boleh”
“Terimakaasih”
Galih menyuruh seseorang yang lewat untuk memfotokan mereka berdua.
Semesta memang
benar-benar suka bercanda, terkadang apa yang kita sukai tidak menyukai kita.
Ketika ada yang menyukai kita, justru kita tidak bisa menyukai kembali orang
tersebut.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca tulisan jelek saya, Salam sayang