Sembuh
Sembuh
Hitam dan kelabu sudah tidak ada bedanya lagi bagi ku, karena
ditempat gelap mereka tidak bisa lagi dibedakan mana yang benar dan mana yang
salah, mana yang suka mana yang duka, mana yang bewarna hitam dan mana yang
bewarna putih, atau justru hidup adalah abu-abu?
Jika pelangi saja yang kamu mau, sedangkan langit hanya
menghadirkanya setelah hujan badai, lebih baik bertemanlah dengan malam yang
gelap, justru kamu akan menemukan cahaya bintang disana, atau bahkan kamu
menemukan dirimu sendiri yang telah lama hilang.
Kehilangan adalah hakikat
hidup bukan? Ditinggalkan dan meninggalkan adalah perjalanan, namun akan lebih
bahaya jika diri sendiri yang hilang.
Terus melangkahlah bila langkah mu masih berat, lihat lagi dimalam
panjang saat Ibu mu bersimpuh dihadapan Pemilik Tempat Pulang Yang
Abadi, mantra-mantranya akan meringankan langkah mu yang penuh duri.
Lagi-lagi kamu memilih menyerah, kamu ini manusia atau hewan
melata? untuk apa Tuhan menciptakan mu dengan sempurna, kalau membedakan mana
madu dan mana racun saja kamu tidak bisa, menagislah bersedihlah kamu
manusia buka ibu kota.
Kita punya lelah, kita bukan jalanan ibu kota yang bisa
dipaksa mampu mendegarkan bunyi klakson, orang marah-marah atau suara makian
setiap hari.
Jangan sampai batas waktu yang membelengu menjerat isak tangis mu, bersedihlah,
bukankah sedih juga alam raya yang menciptakan tidak adil rasanya kalau senang
yang selalu dituntut untuk mampir.
Telinga ku yang tuli mendengar pangilan alam raya, sudah bosan
mendengar cerita mu tentang langit yang kehilangan senjanya, alam raya tidak
perlu dibela, bahkan alam raya yang memperlakukan manusia dengan kata semena-mena.
Bagaimana bisa alam raya menciptakan pergi dan pulang, dua kata
yang membuat mengigil lutut ku menyaksikan rumah duka, lagi-lagi sudah habis
pikir ku, apa Tuhan menciptakan pergi dengan pulang hanya seteguk air saja
jaraknya, atau justru pergi dan pulang tidak berjarak, bagaimana bisa sepicik
itu semesta memperlakukan yang bernyawa.
Apa pergi dan pulang hanya akan menerima kesedihan disana, gadis
berkepang dua itu bahkan belum paham betul makna kehilangan, dia bahkan tidak
tahu tujuannya dilahirkan. Sekarang dia harus memeluk dirinya sendiri dalam
kegelapan.
Dia tidak pernah meminta gerimis namun gerimis tetap turun, dia
tidak pernah meminta udara tetapi udara disediakan oleh Nya, dia tidak pernah
meminta dirinya sendiri namun Tuhan menciptakannya, ketika dia meminta senang
justru sedih yang dikirimkan untuknya.
Disuatu hari dia meraung dalam tangisan, setetes demi tetes hujan
membasahi atap rumahnya, juga mengalir dalam matanya, membuat basah bantal saat
tidur dikala malam panjangnya.
Disuatu hari juga dia terbahak-bahak dalam tawa yang sumbang,
menertawakan dirinya sendiri juga sesekali menertawakan takdir dirinya sendiri,
dalam kamar yang sunyi, lalu berakhir dengan isakan lirih menumpahkan segala
sakit.
Manusia tidak tahu makna kesembuhan yang sebenarnya atau
justru rasa sakit itu adalah rasa sembuh yang nyata, kali ini aku setuju dengan
semesta obat termanjur dari sakit adalah damai, damai dengan alam raya dan damai
dengan isi kepala.
Sekarang gadis berkepang dua itu sedang berjalan didepan pekarangan
rumahnya, dengan rasa sembuh untuk hari ini, besok dan selamanya.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca tulisan jelek saya, Salam sayang