Hakikat Hidup Adalah Ditinggalkan dan Meninggalkan



Hakikat Hidup Adalah Ditinggalkan dan Meninggalkan

Malam ini ku jumpai dia di teras rumah, tempat yang sama seperti sepuluh tahun yang lalu ketika kita bermain bola bekel, masih juga tempat yang sama dua tahun yang lalu ketika sekejap mata semua yang dimiliki diambil darinya. Semua yang dia miliki pergi meninggalkannya bahkan dirinya sendiri juga meningglkannya.
Sekarang dia disini seseorang yang baru bahkan aku hampir tidak mengenalinya, mungkin dia kembali ke tempat ini karena sebentar lagi lebaran. Mungkin juga dia ingin memperbaiki salahnya. Atau mungkin sebuah keharusan karena tempat dia bekerja sedang libur, entahlah aku juga tidak tahu pastinya.
“Hay”
“Kapan kamu pulang?”
“Sudah lama hampir dua bulan”
“Lho serius aku kok tidak pernah tau?”
“Iya, kamu tidak pernah keluar rumah sih”
“Iya jarang main keluar, paling Cuma kesini”
“Kamu ga berubah ya, tetap kecil hehehe” Katanya sambil tertawa
Kesini, yang ku maksut adalah rumah eyang, rumah eyang ku tidak terlalu jauh jaraknya dari rumah ku. Meskipun begitu aku jarang main kesini kecuali aku sudah bener-bener bosen di dalam rumah, rumah dia berada di samping rumah eyang ku.
Dia sendirian disana, benar-benar sendiri tidak memiliki siapapun entah apa salahnya, sehingga semesta tega merengut semua yang dimiliki. Tidak tersisa, miris melihatnya namun setelah tau kejahatannya maka semua orang akan setuju bahwa dia tidak perlu diberi belas kasihan.
******
Sebelum dunianya sepi dia memiliki segalanya di bumi, waktu itu semesta sangat berbaik hati padanya. Ayah dan ibu yang lengkap bahkan ketika kita berumur 10 tahun Tuhan mengirimkan makhluknya lagi pada hidupnya, dia memiliki adik laki-laki. Engkap sudah bahagianya tidak kekurangan sedikitpun.
Namaku Nesya Kirana dan dia Arya Setya sahabat masa kecil ku dulu setiap hari kita selalu bermain bersama. Aku dan dia juga masih saudara namun saudara jauh, masa kanak-kanak yang sempurna. Apalagi yang mereka kenal selain bermain belum ada hal-hal yang menjadi tuntutan dan masalah yang dapat membuat penuh isi kepala. Mungki pada saat itu yang kita pusingkan adalah ‘mau bermain apa kita hari ini?’ masalah sepele.
Rasanya terlalu menyenagkan untuk menceritakan tentang masa kecil, bahkan sekarang aku sedang berfikir andai semua hal kembali menyenangkan seperti dulu. Belum mengenal rasanya kecewa, beban, gagal dan makna kehilangan yang belum terlalu dimengerti.
*****
Dua tahun yang lalu segalanya terjadi sekejap mata seketika tanpa perlu dikasih jeda tanpa dikasih waktu untuk bernafas. Bahkan dikasih waktu untuk merasakan ditinggalkan saja semesta tidak mengizinkan. Dia mengalami semuanya bagaimana bisa anak berusia 15 tahun mengalami ini semua.
Satu bulan sebelum peristiwa-peristiwa ini terjadi, ibu nya sakit diabetes mungkin beliau sudah lama mengidap diabetes namun karena takut beliau tak kunjung memeriksakan diri ke dokter. Namun kali ini sakitnya parah ada beberapa luka di tubuh beliau yang tidak kunjung mengiring dan tubuh beliau semakin hari semakin kurus dan pucat. Berita ini kudapat dari ibu ku yang ikut menemani beliau periksa ke dokter.
“Sakit diabetes itu berbahaya lho Bu, bisa-bia mengakibatkan kematian” Kata ku pada ibu setelah pulang mengantar ibu Seyta kr Rumah Sakit
“Iya Sa ibu juga tahu, mangkanya ibu kessal kenapa ibu Setya tidak mau periksa dari dulu”
“Sekarang bagaimana bu keadaannya”
“Sekarang masih diruang ICU ternyata diabetes nya sudah menyebar ke suluruh tubuh”
“Semoga lekas sembuh bu”
“Aamiin, oh iya kamu dirumah ya ibu mau ke rumah sakit lagi. Mau njengguk ke Rumah Sakit lagi”
“Iya bu”
 Ibu ku sering menjenguk ke Rumah Sakit, mungkin ibu kasihan melihat beliau. Mungkin juga karena kita masih saudaraan sehingga ibu rutin datang ke Rumah Sakit membawakan baju ganti dan makanan.
Sedangkan adik Arya yang masih kecil dititipkan pada Bulik ku yang juga memiliki anak seumuran dengan adiknya Arya. Kasihan kalau adiknya Arya diajak kerumah sakit, disana pasti tidak akan ada yang menjaga dan merawatnya. Lebih baik dia dirumah Bulik ku bermain dengan saudara sepupu ku. Meski terkadang dia bilang ingin berjumpa dengan ibunya, rindu mungkin.
Satu bulan sudah ibuknya Arya dirawat di Rumah Sakit tapi tidak kunjung membaik, malah hari ini beliau kritis. Kabar pertama yang ku peroleh setelah satu bulan, kali ini Arya, Ayah dan Adiknya dirumah sakit semua, berada di samping ibu mereka yang terbaring diatas ranjang dengan penuh alat-alat medis ditubuhnya. Tiiitttt tttiiittttt ttttiiitttt bunyi Elektrokardiogram yang disambungkan pada tubuh pasien yang terbaring ini, kenapa deteksi detak jantungnya lurus? Kenapa tidak bergelombang? Apa apa yang terjadi isak tangis semakin terdengar dari Arya dan Ayah Arya, bahkan si kecil adik Arya yang belum paham betul apa yang terjadi juga ikut menangis.
“Apa yang terjadi dengan istri saya Dok?”
“Mohon maaf pak, kondisi istri bapak semakin memburuk kita berdoa saja semoga Tuham memberikan mukjizat kepada istri anda”
“Tolong Dok saya mohon tolong selamatkan istri saya”
“Saya akan melakukan apa yang seharusnya saya lakukan Pak untuk menyelamatkan istri anda”
“Saya mohon Dok saya mohon selamatkan dia” Kata Ayah Arya yang memohon pada dokter.
Tepat teng teng teng ketika waktu menunjukkan pukul 00.00 jam dinging yang membunyikan lonceng dua belas kali menunjukka hari baru, segala hal yang harus baru. Ibu Arya menghembuskan nafas terakhirnya. Beliau tidak dapat diselamatkan, pecah isak tangis semua yang berada di ruangan ini ibu semuanya berduka semuanya kehilangan. Hancur, luka yang tersayat-tanya tanpa mengeluarkan darah, luka yang paling nyata dan paling sakit adalah ditinggalkan.
Kehilanggan yang pertama untuk Arya, setelah mengurus administrasi jenazah dan dapat dibawa pulang untuk dimakamkan. Diiringi dengan isak tangis mengantar jenazah ibuknya ke peristirahatan yang terakhir, dia sangat kacau. Matanya sangat sayu, duka yang dalam kehilangan malaikat tanpa sayapnya. Isak tangis masih terdengar dari beberapa, saudara kerabat dan tetangga.
“Ibu aku mau ikut ibu, ibu jangan tinggalkan aku ibu” Kata adik Arya yang sedang tersimpuh disamping makan ibu Arya.
“Ibu hanya beristirahat dik, besok ibu akan pulang” Janji yang fana, bujuk Arya kepada adiknya agar adiknya sedikit lebih tenang. Bahkan dia paham betul apa yang terjadi tidak besok, tidak lusa bahkan tidak akan pernah, ibunya tidak akan pernah pulang lagi kerumah mereka, mungkin beliau akann sesekali datang melihat kondisi anak-anaknya namun dalam bentuk yang berbeda.
“Ibu mau kemana kak, aku ingin ikut ibu”
“Ibu akan ketaman yang indah Dik”
“Ibu jahat kenapa ibu tidak mengajak ku, kenapa ibu meninggalkan ku”
“Ibu pasti akan pulang”
“Ibu aku tidakmau sendirian, aku tidak mau ibu tinggal ibu aku ikut ibu”
Setiap saksi mata yang berada dipemakaman ini semakin bercucuran iar mata, apakah kepergian selalu menyesakkan seperti ini? Kenapa kepergian diciptakan? Untuk apa kepergian diciptakan? Banyak sekali teka-teki yang semesta buat, banyak sekali tanya tanya yang memang diciptakan tidak perlu diberi jawaban, semesta terkadang suka tidak adil.
*****
Suasana duka masih terlihat diwajah Arya, untuk kali ini aku percaya bahwa laki-laki itu juga manusia. Mereka juga akan bersedih saat ditinggalkan bahkan terkadang ada beberapa yang sampai mengeluarkan air matanya, mungkin itu salah satu bentuk untuk menunjukkan bahwa mereka bisa juga mengasih dan bersedih saat kehilangan. Ada juga yang tidak mengeluarkan air mata tapi sejujurnya hati mereka berdarah mereka menagis namun karena ingin menunjukkan bahwa mereka kuat atau mungkin agar untuk menutupi bahwa mereka baik-baik saja padahal kenyataanya sedang tidak baik-baik saja, manusia suka berbohong bahkan kepada dirinya sendiri.
Satu minggu setelah pulang rumah duka itu, Arya melanjukan hari-harinya sekolah, mengurus adiknya, bahkan sekarang tugasnya bertambah dia melakukkan pekerjaan yang dulunya dikerjakan oleh ibunya, dia mulai belajar memasak, mencuci baju dan hal-hal lainnya. Sedangkan ayahnya pergi ke kota lain untuk menyetor barang, ayah Arya bekerja sebagai supir angkutan yang bertugas mengantar barang-barang ke kota-kota, sekarang Arya harus dapat menjadi sosok ayah sekaligus ibu untuk adiknya.
Namun ada yang janggal sekarang sudah satu minggu, dua minggu, tiga minggu namun ayah Arya juga tak kunjung pulang, sebenarnya apa yang terjadi dengan ayahnya. Apakah Ayahnya baik-baik saja? Kemana Ayahnya sekarang? Apa yang terjadi sebenarnya.
Tepat minggu ke empat ayahnya pulang bersama seorang wanita, wanita ini tidak muda juga tidak terlalu tua mungkin umurnya tidak jauh dari ayah Arya tapi apa tujuan Ayah Arya mengajak wanita ini ke rumahnya.
“Ayah siapa dia?” Tanya Arya pada Ayahnya
“Dia akan menjadi ibu kalian” Seperti terpanah tapi tidak ada anak panah yang menancap pada tubuhnya.
“Aku akan menikah dengannya dan aku akan membawa adik mu pulang ke rumah ibu baru mu” kata Ayah Arya seperti petir yang menyambar tubuh Arya
Arya diam tidak menjawab perkataan ayahnya, mungkin menurutnya apalagi yang harus dikatakan, sudah habis kata-katanya percuma saja dia memohon agar adiknya bersama dia saja. Bagaimana bisa nanti dia akan memenuhi semua kebutuhan adiknya bahkan untuk kebutuhan makan sehari-hari saja dia kebingungan. Ayah Arya sekrang lebih memilih memberikan uangnya pada calon istri barunya daripada untuk Arya.
Setelah menyampikan kabar yang entah kabar baik atau kabar buruk itu, kabar baiknya adik Arya tidak akan kehilangan kasih sayang seorang ibu kabar buruknya dia akan sendirian dirmah itu sekarang benr-benar sendirian.
Arya sekarang mulai ikut bekerja menjawa warung makan kalau malam hari, bahkan pernah pada suatu malam adik Arya menangis di rumah sendirian mungkin dia taut karena hari sudah larut dan kakanya tak kunjung datang untuk menemaninya. Setelah tau bahwa adik Aryadirumah sendirian Ibuku menjemputnya dan mengajak nya ke rumah ku, kasihan kalau anak sekecil ini dibiarkan sendirian. Dia menagis sampai sesegukan bahkan aku lihat tangannya gemeteran, mungkin dia sangat takut sendirian. Jangankan dia yan masih kecil mungkian aku saja juga takut sendirian, percayalah melewati hal-hal yang menakutkan sendirian itu rasanya seperti berjalan pada atas duri sangat menyakitkan.
“Ibu dia mungkin sudah sangat ngantuk” Kata ku pada ibu, karena matanya sudah sayu.
“Nak tidur di kamar ibu ya?”
“Ndak aku mau nunggu kakak pulang” Kata adik Arya sambil mengusap air matanya
“Iya tidur dikamar ibu dulu nanti kalau kakak sudah pulang Ibu bangunin kamu” Bujuk ibu ku agar dia mau tidur.
“Ndak aku mau tidur sama kakak dirumah saja”
“Yaudah kita tunggu kakak kalau gitu” Kata ibu ku sambil memeluknya. Mungkin dia merasa lebih tenang sekarang dalam dekapan ibu ku.
Entah kenapa hati ku sakit sekali melihat pemandangan ini, bukan sakit hati melihat ibuku membagi kasih sayangnya pada orang lain namun aku pilu bagaimana bisa semesta sekejam ini pada anak kecil seperti dia, bahkan mungkin dia belum bernah melakukan salah selama ini. Kenapa semesta menghukumnya bagaimana dengan pendosa diluar sana yang diberi segala kenikmatan dunia. Oh ya semesta ternyata benar bahwa dunia adalah surga bagi para pendosa, tanpa ku sadari air mata ku menetes melihat pemandangan ini. Anak kecil yang ditinggal pergi ibunya, ditinggal ayahnya ke rumah calon istri barunya dan kakaknya sampai selarut ini belum juga pulang.
Waktu sudah menunjukkan setengah satu malam malam semakin larut dan Adik Arya sudah terlelap dalam dekapan ibuku
“Bu ibu pasti capek tidurkan saja dia dikamar ku”
“Kamu tidur dimana sayang?”
“Ah ibu aku tidur di sofa depan TV saja”
“Kamu gapapa memangnya?”
“Gapapa Bu, kasihan ibu kalau harus memeluk dia sambil duduk begini.”
“Yaudah kamu langsung tidur ya, good ninght dear have a nice dream”
“Good ningt mom, I Love you”
Hari sudah pagi adik Arya sudah bangun dari tidurnya dan dia merengek minta untuk diantarkan pulang
“Antarkan aku pulang ke rumah ku Bu”
“Kita sarapan dulu ya?”
“Tidak bu, kasihan kakak dirumah sendirian”
Oh ya Tuhan bagaimana bisa anak sekecil ini malah khawatir pada kakaknya dirumah sendirian, padahal tadi malam dia ditinggal dirumah sendirian.
“Iya kamu sarapan dulu, habis sarapan ibu antar kamu pulang” Kata ibuk ku membujuknya agar mau sarapan di rumah kami
“Tidak bu antar aku pulang bu kasihan kakak dirumah sendirian”
Dengan berat hati ibu mengantar dia pulang, sambil membawakan bekal untuk mereka sarapan nanti, ternyata Arya sudah pulang pagi itu, mungkin tadi malam dia pulang sangat larut.
“Makasih bu sudah mau merawat adik saya”
“Kamu kemana saja kemarin?’
“Saya kerja bu baru pulang tadi subuh, tadi saya sembat khawatir sesampainya dirumah adik saya tidak ada. Terus saya mencharger hp saya yang mati karena batraynya habis dan membaca pesan ibu yang membawa adik saya ke rumah ibu”
“Iya sama-sama lain kali jagan pulang terlaru larut kasihan adik mu dirumah sendirian”
“Iya Bu, sekali lagi maafkan saya”
“Adikmu sangat menyanyangi mu”
“Iya Bu saya tau, tapi Ayah akan membawa adik saya pulang ke rumah istri barunya”
“Saya harus bagaimana bu? Disatu sisi saya senang adik saya tidak akan kesusahan dan sendirian lagi disatu sisi saya sangat menyayanginya”
“Bagaimana kalau adik mu saya angkat jadi anak saya, nanti kamu dapat menjenguknya kapanpun kamu mau tanpa harus berpisah dari adik mu”
“Iya Bu saya setuju dengan idenya”
“Besok kalau Ayah mu datang ibu akan bilang ke ayah mu”
****
Hari ini ayah Arya datang bersama istri barunya untuk menjemput Adik Arya, seperti yang sudah direncanakan sebelumnya kalau ayah dan ibu ku akan bicara kepada Ayah Arya untuk mengadopsi adik Arya menjadi anaknya.
“Mohon maaf pak saya ingin mengadopsi anak mu yang masih kecil, kasihan dia kalau bersama Arya apalagi ketika ditinggal Arya bekerja dia akan sendirian di rumah. Dan saya lihat dia sangat sayang kepada Arya, kasihan kala mereka di pisahkan, nanti kalau dia di rumah saya Arya dapat menemuinya kapan pun” Pinta ayah ku kepada Ayah Arya agar mendapatkan izin untuk mengadopsi adik Arya
“Tidak saya tidak setuju” Jawab Ayah Arya tegas
“Tapi pak kasihan kalau mereka dipisahkan”
“Tidak saya akan tetap mebawa dia bersama saya”
“Ayook nak ikut ayah, kita pulang kerumah ayah yang baru”
“Tidak Yah aku mau disini saja dengan kakak”
“Kamu harus ikut ayah dan ibu, biar kakak mu disini saja”
“Tidak yah bagiaman dengan kakak, kakak akan sendirian”
“Kakak mu sudah bisa cari uang sendiri, kamu harus ikut ayah”
“Kasihan pak dia tidak mau lebih baik dia disini bersama kita” Bujuk ayah ku
“Tidak dia kan tetap bersama ku”
Dengan tanpa perasaan Ayah Arya menarik adik Arya ke dalam gendongannya dan mengajaknya pulang kerumah istri barunya
“Tidak Yah aku tidak mau”
“Kamu harus ikut Ayah”
“Aku mau bersama kakak saja yah, kakak kakak aku mau bersama kakak saja, kakak kenapa kakak diam saja?”
“Kakak kakak aku tidak mau bersama ayah, kakak aku mau dirumah bersama kakak saja” Rengek adik Arya, namun Ayah Arya seakan tuli tidak mendengarnya dia tetap membawa adik Arya bersamanya.
Kehilangan yang pertumpuk bagi Arya dia haru kehilangan ayah dan adiknya mereakan mereka untuk kehidupan yang baru, mungkin yang lebih layak untuk mereka. Lalu bagaimana dengan Arya bukankah dia akan sendirian benar-benar sendiri dirumah ini.
Sekarang Arya menempati rumah itu sendirian, mungkin sesekali kakek dan neneknya akan berkunjung untuk menengok keadaan Arya, namun sudah satu bulan kakek dan nenek Arya tidak berkunjung katanya mereka sedang sakit, mungkin faktor usia.
****
Pagi ini seakan memang semesta membenci Arya kakek dan nenek arya di panngil oleh sang pencipta, sudah habis benar-benar habis tanpa tersisa satupun orang berharga yang dimiliki oleh arya
Pada upacara pemakan ini kulihat Arya tidak menangis mungkin dia sudah lelah benar-benar lelah bagaimana bisa semesta sekejam ini padanya, seakan ditinggalkan adalah jalan hidup yang memang harus dia lalui. Semesta sangat kejam padanya.
Setelah  hari upacara pemakaman kakek dan neneknya Arya memutuskan untuk merantau pergi jauh dari rumahnya mungkin jika dia tetap disini dia akan merasa kesepian setiap saat, hidupnya semakin kacau, dia sudah tidak ingat lagi cara beribadah kepada Tuhan bahkan uang yang dia dapatkan dari bekerja keras untuk bersenang-senang dan bahkan terkadang dia berani untuk mencuri
***
“Iya aku tidak berubah tetap kecil, kamu yang berubah banyak”
“Semesta yang membuat ku seperti ini”
“Kamu sendiri yang membuat mu seperti ini”
“Sa, apakah hakikat hidup adalah ditiggalkan dan meninggalkan atau pulang dan pergi”
“Ditinggalkan dan meninggalkan Arya, aku tidak kenal dengan Arya yang sekarang”
“Sama Sa aku juga tidak kenal dengan diri ku sendiri yang sekarang. Arya yang dulu sudah pergi meninggalkan ku bersama saat orang-orang yang ku sayangi meninggalkan ku”
“Kembali pada Arya yang dulu”
“Tidak bisa Sa”
“Bisa Arya”
“Tidak bisa, maaf aku mengecewakan mu”
“Kamu tetap akan menjadi teman masa kecil ku”
Malam ini akhir dari percakapan ini adalah aku temukan Arya yang berbeda, Arya yang telah kehilangan dirinya sendiri menjadi manusia baru yang jauh sekali dari Arya yang ku kenal dulu. Mungkin benar kata Arya hakikat hidup adalah ditinggalkan dan meninggalkan, perlahan satu persatu akan pulang meningglkan, kita akan berada disisnya menatap sayu upacara pemakaman sambil sesekali mengusap air mata melihat kenyataan bahwa kita telah ditinggalkan. Bahkan diri kita sendiri juga dapat meninggalkan kita pada waktunya nanti.
Bahkan dalam kitab suci sudah dijelaskan bukan bahwa setiap yang bernyawa akan mati, bahwa tidak akan ada yang abadi di muka bumi ini. Tuhan yang mengatakannya bahwa Dia yang satu-satunya akan kekal Abadi.

Dari Nesya Kirana:
Hakikat hidup adalah ditinggalkan dan meninggalkan gunakan dulu jatahnya sebagai manusia sebaik mungkin sebar hal-hal baik minimal ke diri kita sendiri. Sebelum diri kita yang kan pergi meninggalkan kita.
Salam Sayang

Lamongan, 2 Juni 2020











Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pada Aksara Atau Angka

Kita sedang hidup di dunia siapa tuan?

Mesin Ketik