Lilin Keempat Bernama Harapan

             

Lilin Keempat Bernama Harapan


https://www.google.com/amp/s/m.lampost.co/amp/listrik-pln-padam-rsudam-gelap-gulita-pasien-mengeluh.html


      Menyerah akan menjadi kata yang masuk akal saat hal-hal yang kita perjuangkan dengan segenap upaya malah menghianati kita. Katanya hasil tidak akan pernah menghianati usaha, namun bagaimana bisa aku sering merasa terhianati dengan usaha ku. Kata gagal yang terus di copy paste oleh semesta untuk ku padahal usaha yang ku upayakan sudah maksimal.
     Gagal sudah menjadi teman ku saat ini, bagaimana bisa usaha ku dihianati oleh semesta, masuk perguruan tinggi yang ku impikan sejak menduduki bangku SMA, kampus biru. Entah bagaimana bisa aku jatuh cinta pada perguruan tinggi negeri itu. Padahal untuk menuntut ilmu bukan perkara tempatnya namun bagaimana niat kita.
Aku mempersiapkan diri untuk mengikuti test masuk ke kampus biru selama satu tahun. Menjalankan ritual-ritual ke agaman dengan penuh niat agar Tuhan memudahkan segala jalan ku masuk ke kampus biru, hal-hal yang sebenarnya tidak boleh dilakukan karena ibadah sesungguhnya harus diniatkan ikhlas untuk Tuhan. 
    Namun kenapa Tuhan tidak setuju dengan impian ku, kenapa semesta menolak harapan ku. Harapan ku untuk masuk kampus biru pupus, rasanya ingin sekali membuat waktu berhenti, tidak mau lagi melanjutkan perjalanan yang sebenarnya masih sangat panjang. Sedih, kecewa, kesal, marah, semuanya bercampur menjadi satu. Entah mau kesal pada diri sendiri atau kesal pada semesta.
“Ibu maaf sudah membuat mu kecewa”
“Ibu tahu perjuangan mu nak”
“Bu kenapa waktu tidak bisa diberhentikan?”
“Karena hidup ini perjalanan sayang”
“Bu aku capek, aku ingin lari dari bumi. Bumi tidak pernah berbaik hati pada ku”
“Ke rumah eyang di Puncak mau? biar kamu bisa menenangkan diri”
“Aku takut eyang juga ikut kecewa atas ke gagalan ku bu”
“Tidak sayang, eyang bangga pada mu”
******
Hari ini aku dan ibu pergi kerumah eyang, rumah eyang ku berada di Puncak. Mungkin maksut ibu mengajak aku kesini agar aku dapat mendinginkan hati dan pikiran ku yang sedang panas. Lari dari kota yang sesak dan penuh dengan cacian, orang marah-marah, bunyi klakson dan isi kepala yang sangat berisik. 
Mungkin kita perlu lari dari hal-hal yang menyebalkan bukan lari dari kenyataan dan memilih menyerah, bukan. Kita perlu lari, lari untuk menemukan sepi menemukan apa yang diri sendiri inginkan, menemukan tenang dalam sepi.
“Wahh cucu eyang semakin cantik saja” Kata eyang ketika aku sampai dirumah beliau
“Masih cantikan eyang kok”
“Bagaimana test masuk kampusnya?” Pertanyaan eyang yang membuat senyum di bibir ku sirna seketika
“Gagal eyang, sudah delapan kali dan hasilnya sama eyang” jawab ku sambil mengusap air mata yang menetes
“Cucu eyang yang cantik tidak boleh menangis”
“Maaf eyang”
“Gagal itu bukan kesalahan sayang, memang kamu yang meminta untuk jadi gagal tidak kan. Itu semua diluar kendali mu”
“Sudah sana istirahat dulu, kamu pasti capek, eyang sudah buatkan bubur kesukaan mu”
Sebelum ku putuskan untuk beristirahat, aku menikmati bubur yang sengaja eyang untuk buat untuk ku. Mungkin salah satu penyebab kenapa bubur ini enak sekali adalah eyang membuatkannya dengan kasih sayang. Kasih sayang resep yang paling mujarab untuk menciptakan dunia yang bahagia
****
Hari kedua di rumah eyang aku belum memiliki agenda apa yang akan aku kerjakan hari ini, mungkin aku akan seharian mentap atap kamar atau mungkin aku memilih menghabiskan hari ku pada coretan-coretan kertas.
Pagi ini mentari sedang memamerkan bahagianya, bahkan tidak perduli bagaimana keadaan penduduk bumi yang sedang kacau, tidak perduli pada penduduk bumi yang sedang berduka, tidak perduli pada penduduk bumi yang sedang sekarat. Bahkan mungkin pagi ini juga banyak penduduk bumi yang kehilangan. Kehilangan rasa bahagia, kehilangan harapan atau justru malah kehilagan dirinya sendiri. Padahal seharusnya pagi menjadi awal baru untuk menata segala hal yang berantakan.
“Sayang mau ikut eyang tidak”
“Kemana eyang?”
“Ke kebun Strowbery”
“Tidak eyang aku sedang tidak ingin ngapa-ngapain hari ini mungkin hanya akan bersama kertas”
“Beneran tidak mau ikut eyang?”
“Mungkin kamu bisa menatap langit biru yang sedang cerah hari ini”
“Emmm bagaimana ya, iyadeh eyang aku ikut”
Hari ini eyang mengajak ku ke kebun strawberry, yang ku kira hanya akan ada kebun dan pohon-pohon strawberry. Ternyata dugaan ku justru malah salah, dikebun ini penuh dengan dengan orang-orang yang bekerja memetik buah strawberry dan setiap jarak 20 meter dibangun sebuah gazebo. Mungkin gazebo ini di buat dengan tujuan agar orang-orang dapat duduk sebentar menatap langit, menghirup udara segar sambil menikmati buah strawberry yang baru di petik. 
“Kita duduk dulu ya” Kata eyang sambil mengajak ku duduk di salah satu gazebo
“Iya eyang, ternyata bagus juga ya tempatnya” 
“Kamu masih sedih gara-gara gagal masuk kampus biru Bintang?”
“….” Aku tidak menjawab pertanyaan eyang, bagaimana bisa aku malah berbagi duka dengan eyang, bukan membuatnya bahagia malah membuatya ikut bersedih. 
“Kalau diam berarti jawabannya iya”
“Tidak eyang”
“Tidak yang iya Bintang, Bintang eyang punya cerita untuk kamu”
“Cerita apa eyang?”
“Mungkin ini adalah cerita yang sudah didengarkan oleh seluruh penduduk bumi, namun eyang ingin menceritakannya lagi pada mu. Agar kamu tidak lupa”
“Cerita apa eyang?” Pertanyaan yang sama ku lontarkan pada eyang
“Tentang kisah gadis kecil yag sedih dan empat lilinnya”
“aku belum pernah mendengar kisah ini eyang”
“Ada gadis kecil yang sedang bersedih pada sebuah ruang kosong yang sangat gelap, tidak ada teman saudara atau keluarga yang dapat menolongnya” Kata eyang mulai bercerita.
“Gadis kecil itu hanya di temani oleh empat lilin yang menyala, tapi gadis kecil itu bingung kenapa lilin-lilin ini ikut bersedih. Dan cahaya mereka semakin meredup. Gadis kecil ini bingung Bintang mengapa mereka bersedih lalu ditanya olehnya lilin-lilin itu satu per satu. Gadis kecil ini bertanya pada lilin pertama ‘Mengapa kamu bersedih wahai lilin dan cahaya mu semakin meredup?’ Tanya gadis kecil itu. ‘Aku adalah lilin Perubahan tapi manusia tidak mampu berubah dalam hidupnya untuk menjadi lebih baik. mereka terlena dengan kesenangannya. Mereka lebih suka bermalas-malasan. Maka lebih baik aku memadamkan diriku saja’ Maka sedikit demi sedikit lilin pertama pun padam.”
“Lalu apa yang terjadi eyang?”
“Gadis kecil itu semakin bersedih Sayang, lalu dia mendatangi lilin kedua yang sama sedihnya dengan lilin pertama. Gadis itu juga bertanya pada lilin kedua, ‘wahai lilin kenapa kamu juga bersedih?’ Tanya gadis kecil itu pada lilin kedua. ‘Aku adalah lilin Iman, namun Sayang aku tak berguna lagi. Aku menyesal bahwa manusia tidak lagi mengenalku. Beribadah pun malas dan tidak mau tepat waktu. Mereka mementingkan hobby dan kesenangan dunianya saja. Untuk itu, tak ada gunanya lagi aku menyala.’ Setelah itu, tiupan angin memadamkan Lilin Kedua.”
“Lalu apa yang terjadi dengan gadis kecil itu eyang, bukankah ruangannya semakin gelap, apakah dia tidak semakin takut eyang?”
“Gadis kecil itu semakin takut dia mulai meneteskan air matanya, namun saat dia melihat lilin yang ketiga, lilin ketiga justru lebih sedih daripada gadis kecil itu. Dia mendatangi lilin ketiga dan bertanya ‘Wahai lilin kenapa kamu justru malah lebih sedih daripada aku?’ Lilin ke tiga menjawab ‘Aku adalah Cinta, namun tak mampu lagi aku melanjutkan hidup dan tak mampu lagi menerangi, karena tidak ada lagi cinta di hati manusia. Buktinya mereka saling membenci, saling menghujat, saling menjatuhkan, dan saling bunuh. Tidak ada lagi kedamaian dan persaudaraan. Bahkan mereka membenci orang yang seharusnya mereka cintai yaitu Orang Tua dan keluarganya sendiri. Maka tidak ada gunanya aku bertahan.’ Tanpa menunggu waktu lama, Lilin Ketiga pun ikut padam. Gadis kecil dalam ruangan yang sangat gelap baru menyadari bahwa ruangannya menjadi lebih jauh semakin gelap, karena tinggal satu Lilin yang menyala. Gadis kecil itu ketakutan dan terisak menangis tersedu-sedu, lalu dia berkata, ‘Apapun yang terjadi, kamu harus tetap menyala, aku takut akan kegelapan, tolong… tolong…’.”
“Apakah ceritanya sudah selesai eyang? Lalu bagaimana dengan Gadis kecil itu apakah dia akan berakhir dengan kesedihan dan ketakutannya? Ataukah akan datang seseorang yang akan menolongnya?”
“Tidak akan ada yang bisa menolong gadis kecil itu Bintang, tidak akan ada, hanya dia yang dapat menolong dirinya sendiri.”
“Lalu eyang?”
“Lilin Keempat berbicara pada Gadis kecil itu. ‘Jangan takut, janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala. Raihlah aku dan nyalakan ketiga lilin tadi, karena aku adalah HARAPAN.’ Tanpa berpikir panjang, dengan mata bersinar, Gadis kecil itu langsung mengambil Lilin Harapan dan menyalakan ketiga lilin lainnya. Ruangan yang sempat gelap menjadi terang kembali.” Dan gadis kecil itu dia sudah tidak ketakutan lagi karena dia masih memiliki harapan”
Tanpa terasa air mata ku menetes, sesak sekali rasanya bagaimana bisa aku hilang harapan seperti ini. Bukankah satu-satunya penolong kita adalah diri kita sendiri. Bukan ayah atau ibu, bukan saudara atau teman, ya diri kita sendiri dengan segala harapan yang kita punya. Lalu eyang menatap lembut mata ku, mengusap air mata yang menetes, dan memeluk ku, hangat sekali rasanya. 
“Jangan pernah menyerah Bintang, janji pada eyang apapun yang terjadi kamu harus tetap memiliki harapan”
“Iya eyang”
“Percayalah semesta tidak selamanya kejam. Suatu hari nanti gagal adalah obat yang paling ampuh untuk menjadikan mu lebih baik dari pada sekarang”
“Iya eyang”
“Kita tidak akan pernah tahu bagaimana cara semesta bekerja”
Tanpa terasa hari ini sudah hampir berlalu, namun aku dan eyang tak kunjung beranjak pulang. Eyang mengajak ku menunggu disini untuk dapat melihat sang surya pulang ke peraduan malam. 
“Bintang”
“Iya eyang?”
“Hidup tak selamanya terang dan mulus Bintang, adakalanya angin berhembus meredupkan ‘Lilin-Lilin’ dalam diri kita. Dalam situasi dan kondisi sesulit apapun, jangan sampai kita putus harapan, terutama harapan kepada Tuhan”
“Iya eyang, aku tahu Tuhan sangat menyayangi ku”
“Iman bisa saja tergerus, Cinta lama-kelamaan bisa pudar, Semangat untuk Berubah pun bisa sekarat, namun yang tidak boleh mati dalam diri kita adalah harapan. Selama masih ada harapan dalam diri kita, maka kita bisa menghidupkan kembali Iman yang luntur, Cinta yang pudar, dan semangat berubah yang hilang dari diri kita.” Kata eyang sambil mengusap kepala ku dengan lembut
” Dalam hidup manusia tidak boleh pesimis, tapi harus selalu optimis dan penuh harapan. Selagi masih memiliki harapan dan keinginan, berarti kita masih memiliki peluang untuk meraih cita-cita dan tujuan hidup. Kita masih bisa mengubah kehidupan kita menjadi lebih baik dan bertumbuh.” 
“Jangan Matikan Harapanmu! Jaga selalu Harapanmu. Karena Harapan adalah Lilin Terakhir yang harus tetap menyala. Harapan akan bisa menumbuhkan Semangat untuk menghidupkan kembali Potensi Hebat dalam diri kita.”
Aku sangat bersyukur memiliki eyang sehebat ini, Setelah ini aku berjanji tidak akan ingin menyerah lagi. Meskipun impian ku untuk masuk kampus biru sudah gagal. Namun bukankah aku masih punya harapan untuk meraih mimpi di tempat lain, atau mungkin dengan cara lain.
Percayalah kita tidak akan paham dengan cara kerja semesta. Terkadang yang kita perjuangkan dengan setengah mati malah justru ditakdirkan bukan untuk kita. Malah mungkin bisa jadi sesuatu yang tidak kita inginkan justru yang menjadi jalan kita. Gapapa semua hal tidak bisa kita paksakan untuk sesuai dengan isi kepala kita. Karena banyak hal yang harus kita terima dengan lapang dada.

Dari Bintang:
Kalau kamu ingin bersedih karena impian mu gagal gapapa, sedih memang diciptakan untuk dirasakan. Tidak adilkan kalau bahagia saja yang terus dinomor satukan. Namun, setelah bersedih kita harus berjalan lagi menata lagi harapan-harapan yang masih bisa kita lanjutkan. Selagi kita belum kehilangan diri kita sendiri. Percayalah Tuhan sangat menyayangi mu.

Salam Sayang

Lamongan, Sebelum Mei Berakhir

Sumber inspirasi: https://www.google.com/amp/s/inspirasipedia.com/2018/01/10/kisah-4-lilin-jangan-matikan-harapanmu/amp/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pada Aksara Atau Angka

Kita sedang hidup di dunia siapa tuan?

Setiap manusia punya enak dan tidak enaknya sendiri-sendiri