Penyebab Gagal Adalah Isi Kepala Manusia Sendiri



Penyebab Gagal Adalah Isi Kepala Manusia Sendiri

Fajar terbit dari ufuk timur, cahayanya menembus melalui celah-celah jendela kamar ku , dengan mengerjap-ngerjapkan mata karena cahayanya yang silau perlahan-lahan ku buka mata ku, ternyata hari sudah pagi.
Hari ini aku memiliki banyak sekali agenda yang harus aku kerjakan. Tiba-tiba saat aku membuka gorden jendela muncul sosok hitam yang tingginya setara dengan diriku, bentuk tubuhnya sama dengan ku, dia siapa kenapa tiba-tiba dia muncul didalam kamar ku.
“Kamu siapa? Kenapa tiba-tiba bisa masuk ke dalam kamar ku?” Tanya ku pada sosok hitam yang mirip dengan ku.
“Kamu, aku adalah kamu”
”Jangan bercanda aku sedang tidak punya banyak waktu”
“Aku adalah kamu” Jawabnya dengan tegas
Jawabnya membuat aku semakin bingung siapa dia yang mengaku-ngaku menjadi aku, sudahlah aku sedang tidak memiliki banyak waktu. Hari ini adalah hari terberat ku, semoga hari ini keberuntungan berpihak pada ku. Aku tidak mau membuat pagi ku berantakan hanya gara-gara dia.
***
Agenda pertama, aku akan melaksanakan test untuk mendapatkan beasiswa S1. Sudah jauh-jauh hari aku mempersiapkan diri untuk ujian ini, belajar setiap hari sampai larut malam. Berkas-berkas semuanya sudah aku siapkan, ku masukan ke dalam tas ransel ku dan dengan yakin sekali aku melangkah menuju kampus.
“Pagi yang cerah, dengan sejuta harapan yang merekah” Kata sosok hitam yang tadi pagi ada didalam kamar ku
Aku kaget kenapa tiba-tiba si hitam berada disamping ku, aku putuskan untuk mengabaikan perkataanya. Meski jujur aku ingin sekali menanggapinya.
“Kamu tahu hai manusia, yang berebut beasiswa ini banyak sekali. Kamu hanya salah satu dari ribuan Mahasiswa lainnya, kenapa kamu percaya diri sekali”
Aku masih saja mengabaikan perkataanya, meski aku tau apa yang dia katakan itu memang benar.
“Kamu tau bahwa test ini tingkat kesulitannya sangat tinggi”
“Saingan mu adalah anak-anak yang cerdas, sedangkan dirimu hahaha menghafal sistem pembuluh darah saja tidak mampu”
“Jangan-jangan nanti setelah membaca soal pertama kamu akan menyerah”
“Menyerah saja dari sekarang, daripada nanti kamu malu kalau gagal”
“Sudahlah mari kita pulang saja”
‘Kenapa yang semua dia katakan benar adanya, bagaimana kalau aku gagal dan nilai ku akan keluar sebagai terendah. Aku nanti pasti malu dengan teman-teman ku, apa aku menyerah saja ya?’
“Sudahlah jangan bicara omong kosong” Kata ku ketus
“Kamu ini, aku adalah kamu, mana bisa aku membohongi diriku sendiri”
“Ayok kita pulang jangan membuat malu diri sendiri manusia” Katanya yang menyakinkan diri ku untuk menyerah
Kenapa kata-katanya membuat langkah ku semakin pelan, semakin berat dan aku menjadi semakin ragu dengan diriku sendiri. Bagaimana ini apa aku pulang saja? Tidak , tidak , aku sudah mempersiapkan semuanya sebaik mungkin, aku tidak boleh berbalik arah. Aku tetap berjalan menuju ruang test meski dengan langkah yang pelan, meski kata-kata yang dia ucapkan selalu terngiang dan memenuhi isi kepala ku.
****
Semua mahasiswa sudah duduk rapi di kursinya masing-masing. Benar kata hitam mereka jauh lebih hebat dari pada aku, terlihat sekali mereka lebih tenang dari pada aku. Aku sangat gelisah duduk tak nyaman, tangan yang gemetar dan berkeringat dingin. Tenang , tenang , jangan panik, kalau panik akan membuat hal-hal negatif mudah mengisi isi kepala. Aku perlahan menenangkan perasaan takut ku, merapalkan beberapa mantra-mantra sambil memejamkan mata berharap semuanya berjalan dengan lancar, apapun hasilnya.
Soal- soal sudah dibagikan oleh guru penguji, dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang aku membuka soal tersebut. Membacanya, diam sejenak menimbang mana yang benar sambil menginggat-inggat semua ilmu yang sudah ku pelajari akhir-akhir ini. Melingkari jawaban yang menurutku paling tepat, sambil mengucapkan mantra harapan pada Sang Kuasa semoga yang ku pilih adalah pilihan yang terbaik.
Soal demi soal ku selesaikan, 160 menit waktu berakhir dan semua soal dapat ku jawab dengan tepat waktu. Meski aku sendiri juga ragu dengan hasil ku apakah yang kupilih adalah jawaban yang tepat atau malah sebaliknya. Pasrah, aku serahkan semuanya kepada yang Memiliki kitab takdir.
Dengan perasaan yang bercampur aduk antara lega, takut dan cemas. Tapi aku sangat yakin bahwa hasil ku tidak akan mengecewakan. Aku keluar dari ruang ujian, sambil memperbaiki posisi tas ransel ku yang panjang sebelah, tidak nyaman sekali dipakai.
“Jangan terlalu yakin dengan diri-sendiri wahai manusia”. Kata si hitam yang tiba-tiba muncul disamping ku
“Kamu itu payah, kamu harus tahu kamu itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan teman-teman mu tadi”
“Percayalah bahwa kamu akan gagal”
“Iya kali ini aku setuju dengan mu, mungkin iya aku akan gagal” Entah kenapa aku mulai setuju dengan apa yang dikatakan si hitam
“Kamu harus setuju dengan ku manusia”
“Usaha mu akan sia-sia, lebih baik kamu mempersiapkan diri untuk mendengar kata gagal sekarang”
“Daripada nanti kamu akan lebih kecewa lagi nanti” Kata si hitam kepada ku, agar aku mempersiapkan diri untuk gagal.
Mungkin benar kata si hitam kalau aku akan gagal, lebih baik aku mempersiapkan diri mulai dari sekarang daripada semakin aku memupuk harap ternyata dibuat kecewa oleh nyata.
*****
Setelah ujian aku bergegas mendatangi kantor media cetak, aku ingin menerbitkan novel imajinasi, yang ku tulis akhir-akhir ini.
“Kamu percaya kalau tulisan mu akan dijadiakn sebuah buku?” Tanya si hitam
“Entahlah aku juga ragu” Jawab ku jujur
“Hay manusia, mana ada yang mau membaca tulisan-tulisan jelek mu?” Katanya dengan nada yang merendahkan.
“Tulisan jelek! aku saja merasa malu membaca tulisan jelek mu”
“Lebih baik sekarang kamu pulang, bawa tulisan jelek mu itu dan simpan didalam tumpukan-tumpukan buku yang lainnya”
“Kubur mimpi mu mejadi seorang penulis, diluar sana banyak yang lebih hebat daripada kamu”
“Aku tidak ingin menjadi seorang penulis, aku hanya ingin menulis. Menulis itu adalah hidup ku, aku merasa menjadi diri ku sendiri disana” Kata ku jujur, bahwa aku menulis bukan untuk menjadi penulis. Karena dengan menulis aku merasa menjadi diri ku sendiri.
“Jangan bicara omong kosong manusia, mana ada seperti itu. Aku tau kamu hanya ingin menjadi terkenal dan menjadi hebat di mata orang lain, tetapi aslinya kamu itu payah”
“Tidak, aku tidak perduli dengan pendapat orang lain selagi yang aku lakukan adalah benar” Jawab ku
 “Sudah tulisan mu tidak layak masuk di media cetak sekarang mari kita pulang saja” Ajak si hitam untuk mengurungkan niat ku datang ke media cetak
“Tidak, aku menulis ini bukan untuk terkenal. Aku ingin berbagi apa yang aku bisa bagikan melalui tulisan ku”
“Dan aku percaya bahwa, apapun yang dilakukan dari hati pasti akan sampai ke hati” Kata ku, kata itu aku dapatkan dari perkataan seseorang yang membuat aku percaya bahwa tulisan itu memiliki nyawa.
“Sudahlah manusia, jangan menjadi keras kepala”
Sampailah kita didepan ruang percetakan, awalnya aku ragu untuk masuk kedalam. Tulisan ku ini perlu dibaca oleh orang lain, agar membaca masih menjadi kebiasaan, meski nanti setelah membaca tulisan-tulisan jelek ku. Mereka akan mencaci gara-gara ini tulisan jelek dan tidak nyambung aku tidak perduli.
Dengan langkah yang yakin aku buka pintu ruang percetakan itu dan aku bertemu dengan pemilik perusahaan percetakan ini.
“Selamat pagi mbak, saya Lisa yang kemarin menghubungi mbak terkait tulisan saya” Sapa ku kepada pemilik percetakan
“Pagi juga mbak, untuk tulisannya bisa ditinggal dulu Mbak, nanti setelah kita baca dan mempertimbangkan dengan tim yang lainnya Mbak Lisa akan saya hubungi lagi”
“Iya mbak ini, terimakasih atas waktunya” Sambil menyerahkan tulisannya yang sudah disiapkan
“Nanti kalau sudah saya baca saya akan menghubungi mbak Lisa”
“Iya mbak terimakasih, kalau begitu saya pulang dulu”
“Iya mbak sama-sama”
Setelah menyerahkan tulisan ku, aku bergegas pulang. Si hitam masih setia bersama ku, aku tidak tau apa tujuannya dia mengikuti ku terus. Disepanjang perjalanan pulang dia terus saja bicara banyak hal, tentang aku yang payah, aku yang tidak punya bakat, tentang diluar sana banyak yang lebih hebat daripada aku. Aku tidak terlalu mendengarkan apa yang dia katakan.
Sedangkan isi kepala ku sendiri juga penuh. Berisi ketakutan bagaimana kalau impian ku gagal, bagaimana kalau ujian ku mendapat beasiswa gagal, bagaimana kalau tulisan ku gagal dapat dibaca banyak orang.
****
Tepat hari ketujuh setelah aku melaksanakan test dan mengirim tulisan ku ke salah satu media cetak. Hari semakin larut, senja sudah pulang keperaduan sejak tiga jam yang lalu. Sekarang disini aku didalam ruang 4x4 yang banyak berisi tumpukan buku-buku. Duduk dikursi depan meja belajar sambil menunggu email pengumuman test beasiswa yang sudah ku tungu-tunggu selama seminggu ini.
20.00 WIB tepat waktunya pengumuman disebarkan dengan perasaan yang tidak karuan dan tangan yang gemetar aku membuka aplikasi email diponsel ku, membuka email baru yang berisi pengumuman kalimat demi kalimat ku baca, dibarisan paling bawah terdapat nama ku dengan kalimat disampingnya ‘lolos’.
Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku baca, nama ku didampingi dengan kata ‘lolos’, sedangkan dalam satu ruangan dengan ku saat test hanya ada satu nama yang ‘lolos’ yaitu nama ku.
Tiba-tiba hp ku bergetar lagi menandakan kalau ada notifikasi pesan masuk, ku buka aplikasi yang berlogo warna hijau itu, ada satu pesan dari media cetak, bahwa tulisan ku akan masuk media cetak dan tulisan ku akan dijadikan sebuah buku.
Si hitam yang sedari tadi berada disamping ku, menatap ku sambil tersenyum lebar.
“Kenapa kamu malah tersenyum?” Tanya ku padanya
“Karena aku senang melihat aku bisa meraih apa yang aku perjuangkan”
“Bukankah kamu yang bilang kalau aku akan gagal, kalau aku payah, kalau aku tidak akan lolos, kalau tulisan-tulisan ku jelek, tulisan ku tidak akan masuk media cetak, kalau tulisan ku tidak akan dibaca banyak orang.” Kata ku dengan nada yang setengah membentak karena aku kesal kepada si hitam yang telah membuat aku hampir menyerah.
“Lisa apa kamu lupa, aku adalah kamu, dan kamu adalah aku, aku adalah Lisa, aku adalah dirimu sendiri” Katanya
“Apa maksut mu? aku tidak paham” Tanya ku yang sedang kebingungan
“Aku adalah kamu Lisa, aku adalah isi kepala mu sendiri”
 “Yang membuat kita merasa payah, merasa tidak mampu, merasa bahwa orang lain lebih mampu dari pada kita, yang membuat kita ragu, yang membuat kita tidak percaya dengan mimpi-mimpi kita, yang membuat kita tidak percaya dengan diri kita sendiri, sebenarnya sosok hitam itu justru adalah diri kita sendiri isi kepala kita sendiri”
“Lisa percayalah kamu itu hebat, kamu berani melawan ragu mu sendiri, berani melawan takut mu sendiri, berani melawan cemas mu sendiri”
“Lisa dengan tidak menyerah itu menunjukkan bahwa kamu adalah versi paling hebat untuk dirimu sendiri, jangan pernah menyerah Lisa, kamu harus percaya dengan mimpi-mimpi mu, kamu harus percaya dengan diri mu sendiri”
“Lanjutkan Lisa, lanjutkan perjalanan mu teruslah menjadi Lisa seperti ini yang mampu mengalahkan hal-hal buruk yang diciptakan isi kepala mu sendiri. Semangat terus Lisa semoga impian mu terwujud dan tulisan-tulisan mu dibaca oleh banyak orang”
“Lisa satu lagi pesan dari ku. Semoga, waktu mu selama dibumi kamu isi dengan hal-hal yang baik Lisa. Kamu tau manusia tidak diciptakan untuk kekal abadi di bumi. Jangan lupa pada suatu masa kamu akan kembali pada Sang Pencipta”
*******
Lamongan, 17 Mei 2020
Dari Lisa:
“Ternyata hal-hal sulit itu diciptakan oleh isi kepala kita sendiri, padahal kalau dikerjakan tidak sesulit apa yang kita pikirkan. Memang isi kepala manusia lebih mudah di isi dengan hal-hal yang menakutkan”
Biodata
Nama : Fefi Marlinda Sari
Tempat lahir : Planet biru
Cita-cita : Menjadi diri saya sendiri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pada Aksara Atau Angka

Kita sedang hidup di dunia siapa tuan?

Setiap manusia punya enak dan tidak enaknya sendiri-sendiri