Sirius 7. Pengakuan Surat
7.
Pengakuan Surat
Terimakasih,
terimakasih sudah mau ku kagumi dari jauh, terimakasih sudah menjadi inspirasi
ku menjadi lebih baik, terimakasih sudah mau membalas perasaan ku, terimakasih
sudah mau mengajak ku berlayar bersama mu, meski jawaban ku tidak.
Hari ini ajang
pentas seni disekolah, karena aku harus fokus untuk lomba olimpiade matematika,
maka pak Rahman tidak mengizinkan ku untuk ikut ke dalam ke panitiaan. Kegiatan
belajar mengajar untuk hari ini liburkan, sehingga para siswa dapat menikmati
ajang pentaas seni, untuk melestarikan budaya bangsa ini.
Menurutku
kegiatan seperti ini juga perlu di lakukan, karena selain sekolah untuk
menambah wawasan tentang sains dan sosial, budaya bangsa juga tidak kalah jauh
bermanfaatnya untuk di pelajari, agar kelak tidak hilang dimakan oleh kemajuan
zaman.
Pada kegiatan
ini setiap kelas wajib minimal menampilkan satu kesenian daerah, acara ini juga
mewajibkan seluruh siswa memakai baju adat atau baju batik. Aku sangat senang
menyambut acara pentas seni ini meskipun tidak bisa ikut menampilkan sesuatu
namun ikut senang bahwa masih banyak orang yang berpartisipasi untuk kegiatan
mengembangkan budaya.
“Sa kamu tidak
ikut lihat acara pentas nanti” Tanya Tiya sambil membawa beberapa peralatan
untuk acara pertunjukan mewakili kelas nanti.
“Tidak
kelihatannya karena aku sudah janjian sama Pak Rahman untuk fokus berlatih soal,
karena masih banyak materi yang belum aku pahami”
“Kamu tahu Sa
nanti Kak Galen mu ikut tampil mewakili kelas nya”
“Tidak perduli”
“Kamu tidak ingin melihat pemanpilannya?”
“Tidak”
“Ah, yang bener kamu nanti pasti menyesal lho, dia berperan jadi Sunan
Kali Jaga yang menyebarkan Islam melalui budaya di tanah Jawa”
“Tidak buat apa aku menyesal, sudah lah aku ingin ke perpustakaan”
Tegasnya sambil
berjalan meninggalkan Tiya menuju perpustakaan, tapi pikirannya masih tertuju
pada perkataan Tiya. Clarissa mati-matian menahan gengsinya, lalu menuju
pada salah satu bangku di perpustakaan dan mulai mengerjakan soal-soal
matematika. Lagi-lagi dia sudah berusaha maksimal untuk fokus, namun
konsentrasinya sedang berkeliaran, meskipun dia mengerjakan seribu soalpun
tidak akan pernah selesai kalau raganya disini namun pikirannya berada di
gedung kesenian. Apa aku lihat penampilan kak Galen saja ya. ah tidak tidak
aku tidak mau, kak Galen sudah punya Nindy ingat itu Clarissa. Batinnya
dalam hati.
Pak Rahman yang
melihat ketidak konsentrasian Clarissa, akhirnya bertanya “Kamu kenapa Sa, saya
lihat kamu tidak fokus dari tadi”
“Tidak apa-apa pak” Jawabnya sambil
kembali menatap soal-soal didepannya dan mulai mengerjakan lagi.
“Saya lihat
kamu tidak fokus hari ini, kalau begitu kita istirahat dulu saja”
Pak Rahman
adalah guru yang sangat sabar dan pengertian, Beliau tidak pernah memaksa untuk
siswanya harus selalu bisa, bahkan Pak Rahman tidak segan untuk meminta maaf
kalau Beliau yang salah.
“Baik pak,
terimakasih” Clarissa sebenarnya jadi tidak enak dengan Pak Rahman tapi
konsentrasinya benar-benar berantakan.
Clarissa
putuskan untuk berlari ke gedung kesenian, dia sedang berada di fase antara
otak dan pikirannya sedang tidak singkron, semoga tidak terlambat batinnya.
Sesampainya di gedung kesenian aksi drama kelas Galen baru saja akan di
mulai, untung saja tidak terlambat.
Clarissa
memilih untuk melihat dari jauh, dia tidak berani untuk melihat dari dekat,
aneh, Clarissa memang aneh padahal hanya melihat dari jarak dekat pertunjukan
itu tidak akan dapat membuat Galen tahu kalau dia menyukainya. Clarissa lebih
memilih berdiri pada tempat yang sama, tempat yang sama ketika dia melihat Galen
bermain piano setiap harinya.
***
Tidak ada yang
dapat mengira ternyata Galen yang jarang sekali berbicara dengan orang lain
itu, sekarang dapat bermain drama dengan begitu sempurna, dia memang hebat katanya
dengan pandangan yang masih tertuju pada Galen, seakan Galen adalah pusat
dunianya, yang menjadikannya harus jauh lebih baik dari sekarang.
Bentuk ungkapan
suka tidak selamanya dengan ugkapan, tapi bagaimana cara kita dapat
menjadikannya inspirasi agar kita menjadi jauh lebih baik, mungkin Clarissa
bisa menutupi perasaanya dari Galen namun tatapan seseorang yang sedang jatuh
cinta tidak dapat disembunyikan dari semesta.
Acara Pekan
kesenian sudah usai, Clarissa memilih duduk pada di gazebo taman menunggu
sekolah sepi baru dia akan beranjak pulang. Keramaian akan selalu membuatnya
kesal dengan banyak hal, alasan inilah mengapa dia lebih menyukai sepi.
“Menunggu sekolah sepi?” Pertanyaan yang hampir mungkin dapat
terdengar basa-basi karena dia pasti juga sudah tahu bahwa jawabannya adalah
iya.
“Iya” Jawabnya dengan tidak menoleh pada pemilik sumber suara.
“Mau es cream?” sambil menyodorkan satu es cream yang berada di
tangan kanannya.
“Tidak buruk
untuk menghilangkan gerah, terimakasih” Sebenarnya Clarissa tidak terlalu
menyukai es cream seperti gadis lainnya, es cream itu ternyata tidak ingin
dimakan olehnya dia hanya menerimanya dan tidak ingin menolak.
“Kamu tidak melihat pentas seni tadi?” Tanyanya sambil duduk di
sebelah Clarissa.
“Tidak, aku sibuk berlatih soal di perpustakaan tadi” Bohongannya, Clarissa
tidak suka berbohong tapi untuk kali ini mungkin dia akan lebih merasa lega
untuk berbohong dari pada jujur.
“Clarissa” Panggilnya sambil menatap mata Clarissa tajam. Membuat
suasana menjadi canggung bagi Clarissa, jantungnya berdetak lebih cepat daripada
sebelumnya.
“Apa?”
“Kamu tahu surat ini?” Tanyanya sambil menunjukkan sebuah kertas
yang dilipat dari saku celanya. Clarissa meninggat kembali kertas itu, iya
tidak salah lagi itu adalah kertas pesan yang dia gunakan untuk menulis puisi
pada malam pengenalan waktu itu.
“Ini dari mu untuk ku” Sebuah pernyataan yang membuat tangan
Clarissa menjadi dingin, padahal cuaca siang ini sangat terik.
“Tidak” Jawabnya tegas, tidak ada namanya atau nama Galen disana,
hal itu yang membuat Clarissa kaget bagaimana bisa surat itu ada pada Galen.
“Berapa bayak kebohongan lagi yang akan kamu sampaikan kepada ku?”
“Kebohongan apa?”
“Aku sudah tahu semua perasaan mu”
“Haha perasaan?” Tawanya untu menutupi rasa gugupnya, “Sudah sepi,
aku pulang dulu kak” Sambil ingin beranjak dari gazebo. Namun belum sempat
Clarissa melangkah Galen lebih dahulu memegang pergelangan tangannya.
“Tidak kamu tidak boleh pergi”
“Apa yang harus aku akui, kalau kakak punya pacar? Kalau kakak
berbohong pada ku? Apa yang perlu ku katakan jujur?”
“Aku dan dia sudah putus sejak lama Clarissa, namun dia masih
menganggap aku sebagai pacarnya, awalnya aku tidak mempermasalahkan hal itu
selagi dia tidak menganggu ku”
Ada perasaan
lega di hati Clarissa atas pengakuan Galen padanya tentang Nindy, yaitu
seseorang di masa lalunya. Apakah Clarissa harus senang mendengar ini,
mendengar Galen sekarang sudah tidak memiliki hubungan dengan Nindy, namun
bagaimanapun Clarissa tidak berani untuk mengakui perasaannya kepada Galen.
“Kamu bukan
puisi yang hidup, kamu tidak bisa selamanya menutup sendu mu dengan bait-bait
kata, kamu tahu bait-bait kata mu tidak selamanya bisa menjadi obat. Mereka
hanya penawar, sementara sedangkan luka mu belum sembuh”
Tanpa di sadari
pertahanan Clarissa runtuh, air matanya menetes tanpa bisa dibendung lagi.
Dadanya serasa sesak sekali. Kata-kata Galen seolah pisau yang mengores tepat
pada hatinya, benar kata Galen bahwa Clarissa tidak pernah berani mengakuinya
dia selalu menjadikan bait puisi sebagai penawar.
“Apakah perasaan jatuh cinta adalah sebuah kesalahan?” Tanya Galen
sambil mengusap air mata Clarissa.
“Tidak Clarissa itu bukan kesalahan, bahkan kamu tidak memiliki
kendali untuk pada siapa dan kapan perasaan mu akan jatuh”
“Kakak tidak akan paham”
“Izinkan aku untuk paham”
“Apa maksut mu?”
“Kamu mau berpetualang dengan ku? Kita raih mimpi kita bersama.
Menjadi pacar ku Clarissa”
Astaga apa yang
dia katakan, kalau dia hanya ingin membuat hati ku senang dia salah besar, dia
hanya malah membuat ini semua menjadi lelucon, dan itu sama sekali tidak lucu.
“Kalau kakak hanya ingin membuat aku senang, percayalah aku sudah senang”
“Tidak, aku
serius dengan perkataan ku. Kamu lihat apa aku sedang bercanda tidak kan?”
Tidak ada raut
bercanda di matanya, aku hanya dapat melihat keseriusan disana, mata dengan
sorot penuh harap serta teduh.
“Maaf kak, aku
tidak bisa” Katanya sambil melepas genggaman tangan Galen di pergelangan
tangannya. Dan berlari meninggalkan Galen yang tidak mengerti apa yang di
inginkan oleh gadis kecil itu.
Clarissa jatuh
cinta pada Galen, Clarissa tidak bisa berbohong soal itu, dan Galen dia
mengetahuinya, dia ingin membalas perasaan Clarissa. Dia tahu Clarissa tulus
jatuh cinta padanya. Clarissa buru-buru pulang, sampai dirumah dia lansung
berlari di kamarnya mengunci pintunya dan menumpahkan semua air matanya.
Clarissan tidak berani berkaya iya tadi, namun sungguh dia ingin sekali berkata
iya.
Dia hanya takut
kalau Galen hanya bersimpati padanya, hanya kasihan tidak lebih. Meski Clarissa
tahu ada sorot keseriusan di mata itu, namun Clarissa takut, takut akan terluka
dengan sendiri nanti.
Selain itu dia
suda berjanji pada Ibunya, bahwa dia tidak akan memiliki hubungan dengan
siapapun, dia harus meraih mimpinya terlebih dahulu untuk bisa menjadi dokter.
Seperti harapan ibunya, Clarissa tahu bersama Galen dia tidak akan membuat
fokusnya meraih mimpi berantakan, namun perasaan takut dan janji kepada ibunya
membuat dia lebih memilih tidak.
Kamu tahu pada
saat itu ketika kamu mengajak ku berlayar bersama aku ingin mengatakan iya,
sungguh. Namun tidak ku katakan janji ku hanya sampai pada batas mengangumi mu
tidak untuk memiliki mu, janji ku pada ibu ku lebih besar daripada perasaan ku
pada mu. Terimakasih, terimakasih sudah mau ku kagumi dari jauh, terimakasih
sudah menjadi inspirasi ku menjadi lebih baik, terimakasih sudah mau membalas
perasaan ku, terimakasih sudah mau mengajak ku berlayar bersama mu, meski
jawaban ku tidak.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca tulisan jelek saya, Salam sayang