Sirius 1. Perkenalan
Sebuah Novel
Sirius
Kamu adalah bintang sirius, bintang dengan rasi Canis Major yang paling bersinar dilangit, bahkan ketika awan sedang mendungpun dia tetap memancarkan cahayanya. Begitu pula dengan kasih sayang, karena kasih sayang adalah bentuk ke abadian.
Tulisan Felisa
1.
Perkenalan
Sejak saat
pertama aku mengenal mu, aku sudah terjebak pada mata sendu mu, pada nama mu
yang selalu berputar dalam bianglala isi kepala.
Terik matahari
semakin menyengat dan ritual pemeriksaan atribut ini juga tak kunjung usai.
Mungkin bila mereka yang memakai kalung panitia di depan bisa mendengar suara
hati manusia yang lain, pasti mereka akan mendatangi ku dan memarahi ku sekarang,
karena makian dan perasaan kesal yang beragumen di dalam isi kepala ku.
Pada terik
matahari ini, ada cahaya lain yang kulihat dari baris depan, sosok depan mata
yang menatap penuh keyakinan, ketegasaan, namun ada kelembutan dan meneduhkan
disetiap kedipnya. Namun ini tidak membuat kesal ku luntur, apa mereka tidak
kasihan pada siswa baru yang beruang kali menyeka keringat karena kepanasan.
Ritual yang
membuat lututku hampir saja kaku, dan tidak bisa dibuat berjalan lagi akhirnya
berakhir. Agenda selanjutnya di dalam kelas, mungkin agenda memeperkenalkan
diri dari pihak sekolah maupun dari kami yang memakai seragam hitam putih,
setiap kelas akan dipandu oleh dua panitia, mereka yang akan bertugas
bertanggung jawab penuh atas kami.
Ruang 01 ruang
kelas yang tertera nama ku disana, mungkin setiap berhubungan dengan hal yang
berbau ilmu orang ambisius akan berbinar matanya. Kenapa aku jadi semangat
sekali untuk masuk kelas, duduk paling depan selalu menjadi bangku favorit ku
sejak dulu.
Kelas sudah
penuh dengan siswa baru, memang hukum alam masa sekarang adalah anak perempuan
akan menjadi penghuni bangku depan, mungkin hal ini disebabkan oleh adanya
emansipasi wanita sehingga wanita akan memiliki kedudukan yang sama dengan
laki-laki, atau mungkin anak laki-laki zaman sekarang berpendapat bahwa, duduk
dibangku manapun kalau niatnya sungguh-sumgguh akan sampai juga ilmunya. Mungkin
pada pendapat yang terakhir adalah ketika mereka akan asik dengan imajinasi
mereka dan tidak mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru (read:
tidur) tidak akan ketahuan.
Setiap dua
panitia yang terdiri antara satu perempuan dan satu laki-laki memasuki setiap
kelas, dengan senang hati aku akan bertanya pada nama-nama anak yang duduk
didekat ku. Hal yang menyenagkan memiliki teman baru, mungkin nanti kita akan mendapatkan
kisah dan cerita-cerita yang seru dan menyenagkan tentang petualangan dari
mereka. Karena Tuhan menciptakan segala hal yang terjadi adalah pembelajaran
bukan?
Dua kakak kelas
yang memakai kalung panitia itu memasuki ruang kelas ini, untuk tatap yang
pertama dilapangan tadi pagi, dan pada tatap yang kedua aku masih tersesat pada
cahaya yang terpancar oleh lelaki itu. Sosok dengan mata yang menatap penuh
keyakinan, ketegasaan, namun ada kelemutan dan meneduhkan disetiap kedipnya.
“Selamat Pagi”
Sapa mereka hampir bersamaan.
“Perkenalkan
nama saya Galen Saguna” Katanya saat memperkenalkan diri
“Dan saya Slavia Indriana, kita berdua yang akan bertanggung jawab
atas kelas ini” Kata wanita yang berada disamping lelaki itu, lelaki dengan
nama Galen Saguna.
Galen Saguna
nama yang akan menemani petualangan dalam cerita ini, mungkin aku tidak akan menceritakan
kenapa dia akan menjadi tokoh yang paling berlegenda pada bab berikutnya.
Karena setiap kata yang lahir dari cerita ini akan menceritakan dengan sendiri bagaimana
tokoh yang memilih pergi jauh, seperti dia akan menjadi tokoh utamanya.
“Sekarang biar
kita saling kenal kalian juga perlu memperkenalkan diri” Kata Galen
“Ayo di mulai
dari kamu” Katanya sambil menatap ku, menetapku untuk pertama kalinya.
“Aku kak?”
Tanya ku padanya
“Iya kamu yang
berada paling depan” Jawabnya
Dialog pertama
kali antara aku dan dia, entah setelah ini dalam bab selanjutnya akan berisi
dialog-dialog ku dengan dia lagi, atau malah aku dan dia akan menjadi dua
dialog dengan kisah yang berbeda. Dia dengan ceritanya dan aku dengan cerita
yang akan terus menceritakan tentangnya.
“Nama ku Danita
Clarissa” Kata ku untuk memperkenalkan diri
“Nama yang
bagus, oh iya panggilannya siapa?” Tanyanya
“Panggil saja
Rissa kak atau Sa biar lebih singkat”
“Baik Clarissa”
Bukankah aku
memperkenalkan diri agar dipanggil dengan nama yang paling singkat, kenapa dia
malah memanggilku dengan nama Clarissa yang sempurna.
Setelah semua
memperkenalkan dirinya, banyak sekali ku jumpai nama-nama baru dikelas ini,
dengan memori ikan dori yang berdurasi lima menit, setelah itu aku akan lupa
nama-nama mereka. Tidak masalah nanti aku bisa berkenalan lagi dengan mereka.
“Oh iya karena sementara kalian akan menjadi satu kelas untuk satu
minggu ini, saya perlu satu orang yang bertanggung jawab untuk kelas ini”
“Ada yang
berkenan?”
Kenapa semua
malah menatap ku, mungkin perasaan ku saja. Mungkin nanti akan ada yang menggakat
tangan dan mengajukan diri. Sepuluh menit semua saling menunggu, menunggu seseorang
akan menganggkat tangannya.
Saling menunggu
bahkan kita tidak tahu sebenarnya siapa yang benar-benar kita tunggu, waktu
atau semesta yang akan memberikan jawabannya.
“Bagaimana kalau kakak tunjuk saja?” Kata kak
Slavia
“Iya kak ditunjuk
saja” Kata salah satu anak laki-laki yang berada dipojok belakang
“Kamu” Kata Kak
Slavia sambil menunjuk ke arah ku
“Aku?” Kata ku
sambil menunjuk diri ku sendiri
“Iya kamu
Rissa”
“Jangan kak,
jangan saya, saya bukan tipe pemimpin yang baik”
“Bagaimana kita
tahu kamu mampu atau tidak kalau kamu tidak mencobanya”
“Tapi kak”
“Iya Sa kita
tidak menerima penolakan”
“Baiklah kak”
Mungkin memang
semesta selalu saja setuju pada ku untuk menjadi seseorang yang diberi tanggung
jawab lebih, sejak dibangku sekolah dasar aku selalu menjadi bagian yang
memiliki peran menjadi penanggung jawab.
“Rissa ini kamu
bagi lembar peraturan dan lagu-lagu sekolah ini kepada teman-teman mu” Kata
Galen dengan memberikan dua lembar kertas kepada ku.
“Baik kak”
“Mungkin cukup
perkenalan hari ini, selamat berjumpa lagi besok”
Selamat
berjumpa lagi besok, kalimat yang seakan-akan di
ucapkan untuk besok kita harus bertemu lagi melanjukan petualangan ini, cerita
yang baru dimulai ini harus dituliskan dengan tuntas. Aku harus bertanggung
jawab untuk kisah ini, entah bagaimana aku akan menceritakannya, semoga nanti
cerita ini akan sampai pada tujuannya.
***
Hari kedua
untuk menepati perkataanya ‘Sampai berjumpa lagi besok’ hari ini dengan
perasaan yang sama atau bahkan justru lebih luar biasa semangat ku untuk
melanjutkan petualangan hari ini.
Dia tetap sama
seperti kemarin dengan senyum yang selalu menggembang, sosok dengan mata yang
menatap penuh keyakinan, ketegasaan, namun ada kelemutan dan meneduhkan
disetiap kedipnya. Tidak ada yang spesial dari dia bahkan jika dikatakan tampan
pun tidak, dia sederhana.
“Tugas kalian adalah meresum biodata sekolah” Kata Galen
“Baik kak”
“Clarissa”
“Iya kak ada
yang bisa dibantu lagi?”
“Tidak”
Ternyata dia
juga aneh, kenapa tadi memanggil kalau tidak ingin ada yang disampaikan.
Hampir dua jam
kita mengelilingi sekolah, di pandu dengan dia dan kak slavia, aku sekarang
sudah hampir hafal beberapa nama teman-teman ku. Tidak banyak mungkin dapat
dihitung dengan hitungan jari yang dapat akrab dengan ku, dan menyebut nama
mereka saja aku masih sering salah.
“Kalau kalian
capek kita dapat berhenti dulu disini” Kata kak Slavia
“Bagaimana?”
tanyanya lagi
Mungkin rasa
capek itu tidak dapat disembunyikan, akhirnya kita memilih untuk beristirahat
pada salah satu gazebo yag berada ditaman belakang sekolah. Taman ini memang
diciptakan untuk tempat rehat siswa-siswanya agar dapat mengistirahatkan
sejenak kepala yang sudah dipaksa bekerja, selama kurang kebih sembilan jam
setiap harinya.
Bukan malah
sejuk disini kenapa udaranya kurasa semakin panas, entah ini hanya perasaan ku
atau memang udaranya panas.
“Jeng udaranya panas ya?” Tanya ku pada Ajeng satu-satunya teman yang
depat dengan ku selama MPLS.
“Enggak Sa,
udaranya sejuk kok”
“Masa sih Jeng
aku kok merasa udaranya panas ya?”
“Perasaan mu
saja kali”
Mungkin benar
hanya perasaan ku saja, atau mungkin udaranya panas karena aku melihat dia
bercanda dengan kak Slavia. Ada apa dengan ku, meyebalkan. Kenapa aku harus
begini mungkin setelah masa pengenalan ini ketika aku melihat dia bersama
siapapun aku tidak akan seperduli ini.
Capek ternyata
obatnya hanya istirahat, hanya perlu jeda sejenak untuk kita mengumpulkan
energi melanjutkan lagi perjalanan ini. Jangan dipaksa, terkadang banyak orang
yang tidak bisa lagi melanjutkan perjalananya karena kehabisan tenaga. Mereka
memaksakan diri untuk terus berjalan tanpa memikirkan bahwa diri sendiri perlu
jeda.
Setelah
mengistirahatkan diri, kita melanjutkan lagi mengunjungi setiap gedung yang
berada di sekolah ini, dengan kita mencatat beberapa hal penting setiap penjelasan
yang disampaikan oleh Kak Slavia dan Kak Galen. Cocok, satu kata yang tepat
untuk mereka berdua.
Menjelajahi
sekolah yang luas ini ternyata menghabiskan banyak sekali tenaga dan waktu,
seharian ini agenda hari ini hanya berkenalan, dengan setiap detail sudut ruang
yang berada di sekolah ini. Setelah mengumpulkan resum, waktu sudah menunjukkan
bahwa untuk pertemuan hari ini harus sudah diakhiri.
“Baik lah terimakasih banyak
untuk hari ini, dan jangan lupa untuk membawa perlengkapan outboud besok”
“Sampai jumpa lagi besok”
sambungnya lagi, setiap kali hari ketika berakhir.
***
Untuk hari ini
memenuhi perkataannya ‘Sampai jumpa lagi besok’ aku sudah mempersiapkan
perlengkapan untuk outbound yang sudah ditugaskan. Menyenangkan rasanya,
sudah lama tidak bermain-main seperti ini.
“Selamat pagi” Sapa kak Slavia untuk memulai
hari ini
“Hari ini agenda kita adalah outboud kakak ingin membagi kelas ini
menjadi 2 Tim yang satu nanti dengan saya dan yang satu lagi dengan Kak Galen,
kakak sudah buatkan kertas yang berisi nama kakak dengan nama Galen disini,
silahkan kalian ambil satu-satu”
Dengan harap supaya
aku medapatkan nama kak Slavia aku mohon, aku mohon, batin ku. Ternyata
semesta tidak berpihak pada ku nama Kak Galen yang berada di potongan kertas
ditangan ku.
“Jeng kamu
bersama kak siapa?”
“Kak Slavia nih
Sa”
“Tukeran yuk
Jeng”
“Tidak mau ah,
kenapa emang?”
“Tidak
kenapa-kenapa aku hanya lebih suka dengan kak Slavia saja”
“Tidak ah Sa”
Gagal sudah
harapan ku satu tim dengan kak Slavia, aduh kenapa satu tim dengan kak Galen.
Setelah pembagian kelompok tim satu bersama kak Slavia, yang satunya bersama
kak Galen, ada beberapa permainan dan semuanya membutuhkan kekompokan setiap
anggota timnya untuk dapat memenangkan di setiap permainanya.
“Kakak harap
kita bekerja sama menjadi satu tim yang baik”
“Clarissa kamu
pandu teman-teman mu untuk kita bisa bekerja sama dalam permainan ini”
“Baik kak”
“Kita atur
strategi buat setiap permainannya’
Hari ini aku
dan dia menjadi satu tim yang solit, satu tim satu semangat, semangat yang akan
melahirkan semanggat yang lainnya. Semangat yang akan masuk kedalam tiap bait
puisi ku tentangnya, masuk kedalam setiap kata pada kalimat-kalimat di dalam
cerita ini.
***
Hari terakhir
masa pengenalan, aku belum mengenal mu tapi aku sudah mengenal tentang dirimu,
pada bab pertama ini aku sudah terlalu cepat untuk menceritakan tentang Galen, entah
nanti pembacanya akan meneruskan membaca ini atau tidak, tapi ku harap tidak,
jangan teruskan nanti kamu akan kecewa membaca kebodohan ku.
Untuk merayakan
hari terakhir masa pengenalan ini, semua siswa baru wajib mengikuti perayaan
akhir pengenalan, malam menjadi ajang perpisahan terbaik unttuk menyambut hari
baru. Mungkin tidak selamanya yang kita kenal akan masuk kedalam cerita kita
selanjutnya. Mungkin ada sebagian yang kita hanya perlu mengenalnya tidak
lebih.
Malam puncak
perayaan, malam perpisahan pengenalan. Mungkin malam ini memang diciptakan
khusus untuk memberitahu kita bahwa sekenal apapun kita dengan seseorang, nanti
pasti di ujung jalan kita akan disuguhkan dengan perpisahan. Disuguhkan dengan
ditinggalkan dan meninggalkan.
Untuk menutup malam
ini kak Galen menyanyikan lagu Where I Go dengan diiringi piano, seakan
lagu ini menyihir setiap pendengarnya, bintang dan bulan ikut tersenyum mendengarkan
suaranya.
So I’m moving
on
Letting go
Holding on to
tomorrow
I’ve always got
the memories
While I’am
finding out who I’am gonna be
We might be
apart but I hope you always know
You’ll be with
me whereever I go
Where I go
Penyihir paling
menajubkan, angin malam ini menerpa lembut rambut hitamnya, pada kedipan mata
sayunya seakan lagu ini di suratkan untuk malam perpisahan masa pengenalan ini.
Dipetikan piono terakhirnya sebagai simbol bahwa setelah satu minggu ini kita akan
melanjutkan petualangan, dengan orang-orang baru yang akan kita lebih kenal lagi.
Entah setelah malam ini, esoknya kita akan saling sapa atau malah pura-pura
tidak kenal satu sama lain.
Untuk
menggungkapkan kesan dan pesan kita selama masa pengenalan, diakhir acara kita
diminta untuk menuliskan pesan kepada seseorang, dimasukan pada kotak ungkapan.
Pesan yang boleh tidak diberi nama pengirim, pesan rahasia lebih tepatnya,
diciptakan untuk manusia-manusia yang tidak punya keberanian pada pengakuan.
“Sa kamu mau
nulis untuk siapa?”
“Kayaknya aku
tidak membuat pesan Jeng”
“Masak tidak
ingin menyampaikan pesan ke siapapun?”
“Tidak”
“Ke Kak Galen
misalnya”
“Untuk apa aku
memberi pesan ke dia?”
“Mungkin kamu
ingin berterimakasih”
“Tidak,
kalaupun berterimakasih untuk kak Slavia saja”
“Yasudah
terserah kamu”
“Kamu emangnya
nulis buat siapa?”
“Jangan bilang siapa-siapa ya Sa, aku nulis buat Kak Rangga. Ah
mungkin juga nanti banyak yang mengirim pesan ke Kak Rangga, bahkan mungkin
pesan ku ini tidak akan dibaca olehnya”
“Kamu emangnya
peramal? mana bisa tau apa yang akan dilakukan oleh orang lain”
“Imposible
aja Sa”
“Shit,
kamu selalu neting”
“But I know,
who am I”
Kak Rangga
adalah Maskot panitia di sekolah ini, ketua osis yang selalu menjadi idola,
Tuhan menciptakan banyak lebih padanya, berkilau segala bakat ada padanya.
Tidak salah kalau Kak Rangga menjadi ketua OSIS di sekolah ini. Itu sebabnya
Ajeng pesimis kalau suratnya tidak akan dibaca oleh Kak Rangga.
Aku ikut
mengambil selembar kertas membawanya ke taman yang sepi, duduk pada salah satu
gazebo. Menjauh dari Ajeng agar dia tidak merecoki ku kalau aku juga ikut
menulis pesan. Menulis pesan tanpa tuan, tampa alamat tujuan, dan tanpa
identitas pembuat kalimat.
Untuk: Angin
Dari:
Teruntuk Angin
Hembusan lembut
menerpa senyum mu
Melody yang
merdu menyuguhkan harap
Harap pada sang
malam agar tak kunjung pagi
Perahu ku ingin
berlayar jauh dengan petikan piano mu
Boleh?
Untuk malam ini
saja izinkan boleh
Menyulap melody
mu menjadi bait kalimat di pena ku
Pagi membisikan
kata tidak setuju
Besok mentari
akan tetap terbit
Menyuguhkan
lagu dan bait yang baru
Sang malam
dunggu
Membisu
Ternyata
pianomu tidak akan sudi berlayar dengan perahu ku
Pena ku yang
curang tetap saja ingin mengabadikan mu
Bumi, Waktu
pertama kenal dan pisah
Ku lipat
tulisan tidak jelas itu, lalu ku masukan kedalam kotak ungkapan. Entah setelah
itu tulisan tanpa alamat yang dituju itu akan diberikan kepada siapa, atau
mungkin akan berakhir kedalam tong sampah. Aku tidak tahu, aku hanya ingin menuliskan
tentang apa yang ada dipikran ku. Bait yang buruk rupa dan penyair yang gila,
mungkin kalian akan menganggap ku begitu.
Aku kembali
lagi pada gazebo taman, duduk menikmati malam perpisahan yang sepi, padahal
ribuan siswa baru sibuk menikmati malam perpisahan. Entah kenapa aku malah
duduk berdiam disini, aku sangat benci perpisahan, kenapa perpisahan harus
dirayakan, mengunggkapkan semunya saat perpisahan, apa begini cara menikmati perpisahan?
Kenapa tidak dirungkapkan saat masih ada waktu untuk bersama? Perpisahan akan
selalu mejadi teka-teki tanpa jawaban.
“Kenapa malah
duduk sendiri Clarissa?” Suara yang akhir-akhir ini familiar di telinga ku
“Tidak suka
keramaian kak” Jawab ku jujur
“Tidak suka keramaian atau tidak suka perpisahan?” Tanyanya sambil
duduk disebelah ku tanpa meminta izin terlebih dahulu
“Tidak bisa
merayakan perpisahan”
“Memang
perpisahan harus dirayakan?”
“Belum
menemukan jawaban untuk pertanyaan itu Kak”
“Kamu tadi
menulis pesan untuk siapa?”
“Eee …e... aaku
tidak menulis pesan kak” Jawab ku gugup
Kenapa kak
Galen tahu tadi aku menulis pesan, atau mungkin kak Galen hanya menebak, karena
hampir semua siswa baru menuliskan pesan, entah untuk kakak kelas atau untuk
teman yang baru dikenalnya
“Padahal kakak
berharap kamu menulis pesan”
“Memangnya
kenapa kalau saya menulis”
“Jadi kamu
menulis surat?”
“Tidak” Jawab
ku tetap pura-pura tidak menulis
“Padahal kakak
berharap mendapat surat dari mu”
“Kenapa dari
ku?” Tanya ku heran
“Karena kamu
yang banyak salah ke kakak”
“Haha” Mungkin jika kamu mendengar tawa ku akan terdengar aneh,
tertawa yang sumbang yang hanya lahir dari mulut
“Clarissa,
kakak sudah mendapatkan surat dari malam?”
“Apa isinya?”
“Kalau besok
akan ada pagi”
“Petualangan
baru?”
“Kisah yang
baru, Semoga setelah ini kita tetap kenal ya”
“Semoga semesta
setuju”
Malam itu aku
habiskan waktu menatap langit bertambur bintang, kebiasaan ku sejak dulu meski
langit berisi ribuan bintang tapi mata ku selalu terruju pada bintang sirius,
rasi bintang Canis Major, merupakan bintang paling terang di langit jika
dilihat dari bumi.
“Clarissa”
“Iya kak ada
apa?”
“Tidak jadi”
“Aku kira mau
bilang sesuatu”
“Selamat malam,
dan selamat pagi”
“Kan belum pagi
kak?”
“Simpan buat memulai
petualangan besok”
Malam ini
berakhir dengan rasi bintang Canis Major yang terang, bulan dan malam
serta angin yang akan selalu menemani sepi. Sepi yang diciptakan sendiri, sepi
yang dicipakan karena ingin berdamai dengan dirinya sendiri. Selamat pagi
juga, sampai bertemu untuk petualangan besok, semoga perahu ku dan piano mu
dapat berlayar dan berirama bersama. Harapan pada angin kosong pada malam
yang sunyi.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca tulisan jelek saya, Salam sayang