Sirius 6. Ungkapan Rahasia
6.
Ungkapan Rahasia
Berusaha tidak
mendengar kabarnya adalah salah satu bentuk cara melupakan yang ampuh, kata
orang. Namun tidak dengan ku, karena justru yang ku dapatkan adalah rasa
penasaran yang tinggi.
Hari-hari ku
mulai aku sibukkan di dalam perpustakaan, berlatih soal-soal olimpiade
matematika, ya aku ditunjuk untuk mewakili sekolah dalam lomba olimpiade sains
nasional, hal ini membuat ku harus belajar lebih rajin lagi. Agar tidak
tertinggal materi-materi di kelas, karena sudah banyak sekali surat dispensasi
diabsen ku, gara-gara mewakili berbagai kegiatan di sekolah. Sekarang kegiatan
ku bertambah satu lagi, les matematika setelah pulang sekolah.
Kalau menurut
mu aku sudah tidak menunggunya berangkat sekolah di depan gerbang, melihatnya
dari jauh bermain pioano ketika pulang sekolah, melihatnya sedang membaca di
perputakaan kamu salah, aku sudah bilang bahwa aku berusaha untuk tidak perduli
lagi dengannya. Aku hanya berusaha namun kenyataannya belum bisa.
Karena menjauh
itu tidak mudah, bahkan untuk menjauh kita dapat memerlukan waktu betahun-tahun
untuk bisa benar-benar melupakannya. Lebih mudah untuk berkenalan, bahkan untuk
mengenal seseorang yang baru saja tidak membutuhkan waktu berhari-hari, mungkin
satu jam sudah cukup untuk kita dapat berkenalan dengan orang asing.
“Kamu ikut
rapat nanti Sa?” Teman ku yang satu ini tidak penah tahu waktu,
berani-beraninya dia mengajak ku berbicara ketika sedang jam pelajaran seperti
ini.
“Tidak” Jawab ku sambil terus mencatat materi yang ada dipapan
tulis, tanpa memalingkan wajah dan menatapnya yang sedang menunduk membaca
novel itu.
“Kamu ada les lagi nanti?”
“Iya, kalau rapat nanti jangan lupa kasih tahu hasilnya”
“Baiklah, aku boleh makan bekal mu sekarang?”
“Tidak, kamu harus mendengarkan dan mencatat dulu. Sekarang masih
jam pelajaran”
“Iya, iya, bawel banget sih kamu. Nanti aku ikut makan dengan mu
ya”
“Jangan sok
polos deh, biasanya bagaimana” Bahkan ibu ku selalu membawakan bekal lebih
untuk ku, bahkan lebih tepatnya dua porsi karena Ibu tahu kalau Tiya setiap
hari selalu ikut makan bersama ku, aku tidak pernah mempermasalahkan hal itu,
bahkan aku senang memiliki sahabat seperti Tiya seperti memiliki saudara
perempuan.
Dengan
berbunyinya bel istirahat berakhir pula pelajaran hari ini. Dengan semangat
Tiya akan terlebih dahulu membuka bekal makan ku, membawanya kebelakang bersama
teman-teman yang lainnya untuk makan bersama, dan aku akan melengkapi catatan
ku setelah itu menata alat tulis dan menyusul Tiya ke gazebo dekat kelas.
***
Perpustakaan
adalah tempat yang dipilihnya untuk bimbingan bersama dengan Pak Rahman, karena
keadaan sepi akan membuat seseorang lebih fokus terhadap apa yang dia kerjakan,
selain itu di perpustakaan Clarissa akan mudah untuk mencari buku apa saja yang
dia butuhkan.
“Clarissa kamu belajar sendiri dulu ya bapak ada
urusan sebentar dengan Kepala sekolah, nanti kalau ada soal yang belum dipahami
kamu tanyakan ketika saya sudah kembali” Kata Pak Rahman, sambil bergegas
keluar dari perpustakaan.
Belajar tanpa adanya guru tidaklah mudah meskipun sudah ada banyak sekali
buku yang berada di depannya, oleh karena itu sepandai apapun seseorang dia
memerlukan seorang guru, seseorang yang memiliki pengalaman, pengetahuan dan
pemahaman yang lebih. Karena tidak sedikit orang yang membaca namun tidak paham
maksut yang dibaca. Oleh karena itu menghormati dan
menghargai guru, seprti kita menghormati dan menghargai orang tua kita sendiri
adalah hal yang sangat penting, namun zaman sekarang tradisi menghormati guru
sudah jarang ditemukan. Kebanyakan siswa malah banyak yang berani yang
menentang Bapak atau Ibu guru.
Soal demi soal
dicoba dikerjakan olehnya namun banyak yang masih tidak dia pahami cara
pengerjaannya. Musuh terbesarnya sekarang adalah angka. Lebih susah daripada
melawan sesuatu yang bernyawa.
“Kalau sudah capek jangan dipaksa, istirahat dulu sebentar” Sambil
menyodorkan air miniral dan roti kepada Clarissa.
“Aku tadi lihat kamu sejak istirahat, sampai sekolah hampir sepi,
masih didalam perpustakaan” Lanjutnya menjelaskan kenapa dia tiba-tiba
memberikan air dan roti.
“Aku pikir kamu tiak punya waktu untuk keluar membeli makanan, maka
aku bawakan kesini” Lanjutnya lagi.
“Tidak aku tidak lapar” Jawab Clarissa jutek.
“Jangan berbohong, apalagi membohongi diri sendiri itu tidak baik.
Aku tahu kamu pasti lapar, ambil saja”
“Tidak” Jawan Clarissa tegas
“Kenapa?”
“Lebih baik sekarang Kakak menjauh dari sini”
“Kenapa Clarissa?”
“Apanya yang kenapa kak? Aku tidak ingin diganggu. Cukup” Jawabnya
dengan nada tegas, bahkan hampir sedikit membentak.
“Kenapa kamu menjadi begini?”
“Tidak ada urusannya dengan kakak, aku tidak ingin merusak hubungan
siapapun”
“Hubungan apa?”
“Sudahlah, mending kakak pergi dari sini”
“Baiklah” Lalu Galen melangkah menjauh sambil meletakkan air dan
roti di samping tumpukan buku yang berada di depan Clarissa.
Dengan perasaan
bersalah Clarissa, menutup matanya sambil menunduk kan kepalanya ke meja,
menahan kesal. Kesal dengan dirinya sendiri, kenapa harus sekesal itu kepada
Galen, bahkan Galen tidak salah apa-apa kepadanya. Dia hanya memberikan air dan
roti.
***
Setelah dari
perpustakaan Galen menuju ruang OSIS untuk ikut rapat, namun pikiannya masih
pada kejadian tadi didalam perpustakaan kenapa Clarissa yang biasanya seru
untuk diajak berbicara sekarang menjadi marah kepadanya, dia binggung apa
salahnya.
Clarissa adalah
satu dari sekian orang yang sering diajak berbicara dengan Galen, bahkan dengan
teman sekelasnya Galen jarang sekali untuk berbicara. Galen juga tidak tahu
kenapa saat berbicara dengan Clarissa, Galen berasa menemukan teman yang sesuai
dengannya.
Di Ruang OSIS Galen
binggung apa yang terjadi dengan Clarissa, kenapa dia tiba-tiba marah, padahal
kalau dipikir-pikir Galen tidak pernah berbuat salah kepada Clarissa, atau
mungkin pernah namun Galen tidak sadar. Rapat sudah selesai, tidak banyak yang dibahas
minggu ini hanya konsep yang akan mereka gunakan saat Pekan Seni nanti.
“Tiya temannya Clarissa kan?” Tiya yang akan keluar dari ruang OISS
mengurungkan niatnya
“Iya, ada apa kak?”
“Boleh saya bertanya sesuatu?”
“Boleh”
“Kamu seberapa dekat dengan Clarissa?”
“Hampir seperti saudara”
“Kamu tahu Clarissa kenapa?”
“Maksut kakak?”
“Tapi aku memberi air dan roti kepadanya, namun dia menolak, bahkan
dia mengusir ku”
“Bagus kalau begitu”
“Maksutnya”
Tiya binggung
apa yang akan dia katakan kepada Galen, akankah dia berkata jujur mengatakan
semua perasaan Clarissa kepada Galen. Atau dia pura-pura tidak tahu apa yang
sebenarnya terjadi.
Namun Tiya
tidak ingin melihat sahabatnya kecewa sendiri, Galen perlu yahu apa yang
dirasakan oleh Claarissa, iya Galen perlu tahu. Entah nanti Galen bisa atau
tidak membalas perasaan Clarissa itu hak Galen, tapi Galen perlu tahu bahwa
selama ini ada yang perduli dengannya dari jauh.
“Kakak ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Clarissa?”
“Iya”
“Sejak pertama kali melihat kakak waktu Masa Pengenalan Peserta Didik
Clarissa suka dengan kakak.
“Lalu setiap hari Clarissa selalu menunggu kakak berangkat di
gerbang, untuk memastikan bahwa kakak hari ini sekolah atau tidak, kakak tahu
tidak juga kan.
“Lalu setiap hari kakak di perpustakaan, sehingga membuat Clarissa
juga semakin semangat untuk berkunjung ke perpustakaan setiap hari, kagum
dengan kakak yang suka membaca.
Galen hanya
terdiam mendengar semua penjelasan dari Tiya, entah apa yang dia pikirkan
apakah sebenarnya Galen sudah tahu, namun berpura-pura tidak tahu, atau dia
kaget dengan apa yang dikatakan Tiya.
“Tidak sampai disitu kak, kakak tahu Clarissa berani menjadi
pembawa acara pada setiap kegiatan dia ingin membuktikan ke kakak bahwa
Clarissa itu bisa setara dengan kakak yang aktif di sekolah”
“Lalu kakak tahu setiap hari yang Clarissa ceritakan selalu tentang
kakak, tentang kakak yang menjadi pemimpin upacara hari ini, tentang kakak yang
menjadi juara 1 karya ilmiah, tentang kakak yang menjadi imam sholat dzuhur
tadi, tentang kakak yang suka membaca di perpus, semuanya tentang kakak.
“Kakak perlu tahu Clarissa tidak pernah jatuh cinta sebelumnya, aku
juga tidak tahu kenapa Clarissa bisa suka dengan kakak.
“Satu lagi kak, Clarissa setiap hari waktu pulang sekolah selalu
berhenti di depan gedung teater mendengarkan kakak bermain piano dari jauh, ya
dari jauh Clarissa tidak berani mendengarkan kakak bermain piano dari dekat.
Galen
benar-benar terdiam mendengarkan setiap penjelasan dari Tiya, ada sorot kecewa
yang terlihat jelas di wajah Galen.
“Lalu kalau kakak bertanya kenapa Clarissa berubah, jawabannya dia
tidak ingin merusak kebahagiaan kakak, dia tidak ingin merusak hubungan kakak
dengan Nindy”
“Clarissa pernah melihat kakak di gedung kesenian bersama Nindy,
lalu anak-anak di kelas juga bilang kalau Nindy berpacaran dengan kakak.
“Apa benar kalau Kakak pacaran dengan Nindy?”
“Iya” Kejujuran
Galen membuat Tiya tidak tega menceritakan semua ini kepada Clarissa, sehingga
Tiya memilih untuk merahasiakan semua yang telah dia ceritakan kepada Galen.
***
Sedangkan
disisi lain setelah Galen keluar dari perpustakaan Nindy mendatangi Clarissa,
Nindy tahu bahwa Galen dekat dengan Clarissa. “Sa” Nindy adalah teman sekelas
Clarissa, namun Clarissa tidak begitu akrab dengan Nindy mungkin gara-gara
sikap Nindy yang centil, sehingga Clarissa tidak terlalu menyukai Nindy. Oleh
sebab itu Clarissa jarang sekali berbicara dengan Nindy.
“Ya” Jawabnya
sambil menutup buku-bukunya, karena Pak Rahman masih ada rapat maka Clarissa
memilih untuk pulang dan belajar dirumah saja.
“Kamu dekat dengan
Galen?”
“Tidak”
“Galen suka dengan mu?” Pertanyaan macam apa ini yang dikatakan
Nindy, sudah jelas-jelas Kak Galen berpacaran dengannya. Kenapa malah bertanya
apakah Kak Galen suka dengan ku atau tidak.
“Tidak”
“Benarkah?”
“Iya”
“Sa kamu sudah tahu kalau aku dan Galen memiliki hubungan?”
“Sudah”
“Baguslah, aku sayang dengan Galen Sa”
“Lalu hubungannya dengan ku apa?”
“Aku tadi melihat Galen membawakan mu makanan. Aku takut kalau
kalian punya hubungan”
“Tenang saja aku dan Galen tidak memiliki hubungan apa-apa”
“Bisakah sekarang kita
berteman?”
“Kalau itu mau mu”
“Terimakasih”
Clarissa tahu
maksut Nindy mau berteman dengannya, karena Nindy ingin dapat mengamati Galen
dan Clarissa, bukan karena Nindy ingin benar-benar berteman dengan Clarissa. Dengan
air mata yang hampir menetes, namun Clarissa buru-buru menghapusnya bahkan dia
tidak mengizinkan air mata itu melewati pipinya terlebih dahulu, sambil
memasukkan semua buku-bukunya ke dalam tas dan memili untuk cepat-cepat pulang.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca tulisan jelek saya, Salam sayang